Pengertian Cinta
Menurut Sternberg, cinta adalah sebuah kisah, kisah yang ditulis oleh setiap orang. Kisah tersebut merefleksikan kepribadian, minat dan perasaan seseorang terhadap suatu hubungan. Ada kisah tentang perang memperebutkan kekuasaan, misteri, permainan, dsb. Kisah pada setiap orang berasal dari “skenario” yang sudah dikenalnya, apakah dari orang tua, pengalaman, cerita, dsb. Kisah ini biasanya mempengaruhi orang bagaimana ia bersikap dan bertindak dalam sebuah hubungan.
Daniel Goleman (2002 : 411) mengemukakan cinta adalah salah satu dari macam emosi yang berupa: penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati, rasa dekat, bakti, hormat, dan kemesraan.
Teori-Teori Tentang Cinta
1. Penjelasan dari Teori PEA
Ada beberapa tokoh yang menyatakan pendapatnya, yaitu;
Menurut Helen Fischer, seorang antropologi dari Amerika serikat, yang melakukan penelitian selama bertahun-tahun yang menyatakan bahwa “Cinta itu tidak adadi!”. Disini ia mengungkapkan dan meneliti cinta yang dilihat dari hubungan antara jenis pasangan terutama yang sedang dilanda asmara, fenomena cinta sebenarnya tidak terlalu sulit untuk dirasakan. Nah, ketika mata bertemu pandang yang berlanjut pada persentuhan tangan, biasanya orang akan merasakan gejala yang sama:- darah mengalir lebih cepat, semburat merah muncul di pipi, peluh dingin membasahi telapak tangan, bahkan menghela napas pun jadi terasa berat. Dalam situasi seperti inilah hati bagaikan bergolak, disesaki oleh gelora cinta.
Menurut Helen Fischer seorang “peneliti cinta” di Universiti Boston, Amerika Syarikat ini lagi, reaksi romantik seperti itu timbul kerana kerja sejumlah hormon yang ada dalam tubuh, khususnya hormon yang diproduksi otak. Gelora cinta manusia yang meluap-luap tidak jauh berbedanya dengan reaksi kimia. Malangnya, senyawa antara hormon ini sangat dekat. Dan, berdasarkan teori Four Years Itch yang diumumkannya, daya tahan gelora cinta itu hanya mencapai empat tahun saja. Setelah itu, hancur tanpa kesan lagi.
Sebagaimana yang terjadi pada sebuah reaksi kimia, wujudnya tidak akan pernah kembali seperti semula. Sesungguhnya pula, perasaan yang menghanyutkan dalam masa jatuh cinta tadi boleh dianalisis secara kimia. Jadi, prosesnya dimulakan pada saat mata saling bertemu. Tangan yang bersentuhan bagaikan dialiri arus eletrik. Fenomena ini sudah pasti kerana tindakbalas hormon tertentu yang ada di otak, mengalir ke seluruh saraf hingga ke pembuluh darah yang terkecil sekalipun. Inilah yang membuat wajah memerah, dan timbul perasaan “melayang”. Aliran darah yang demikian cepat membuat bernafas pun menjadi berat.
Ia menentukan beberapa fase kerja hormon dalam otak ketika seseorang sedang jatuh cinta, yaitu sebagai berikut:
a. Fase pertama:
Dapat dijelaskan sebagai berikut, Ketika hubungan mata sedang berlangsung, tertanam suatu `kesan’. Pada fase ini otak bekerja bagaikan komputer yang menyediakan sejumlah data, dan menserasikannya dengan sejumlah data yang pernah dirakam sebelumnya. Ia mencari apa yang membuat pesona itu muncul. Kalau sudah begini, bau yang ditimbulkan oleh lawan jenis pun boleh menjadi pemicu timbulnya rasa romantik.
b. Fasa kedua:
Yaitu munculnya hormon phenylethylamine (PEA) yang diproduksi otak. Inilah sebabnya ketika terkesan oleh seseorang, secara automatik senyum pun dilontarkan. Spontan, kilang PEA pun aktif bekerja ketika “wisel” mula dibunyikan. Hormon dopamine dan norepinephrine yang juga terdapat dalam saraf manusia, turut mendampingi. Hormon-hormon inilah yang menjadi pemicu timbulya gelora cinta. Setelah dua tiga tahun, efektiviti hormon-hormon ini mula berkurang.
c. Fasa ketiga:
Yaitu ketika gelora cinta sudah reda. Yang tersisa hanyalah kasih sayang. Hormon endorphins , senyawa kimia yang identik dengan morfin, mengalir ke otak. Sebagaimana efek yang ditimbulkan dadah dan sebagainya, saat inilah tubuh merasa nyaman, damai, dan tenang. Ada hormon lain yang akhir-akhir ini dihubungkan dengan cinta. Diproduksi oleh otak, hormon ini membuat saraf menjadi sensitif. Saat itulah tubuh akan didorong untuk merasakan sensasi cinta. Hormon ini pulalah yang diduga boleh mendorong terjadinya proses orgasme ketika bercinta atau melakukan hubungan seksual.
Ada juga teori cinta dengan pendekatan bioneurologi yang melihat, membandingkan, dan mengamati struktur otak orang gila misalnya, atau psikologi dan fisiologi yang mempelajari kaitan antara perilaku manusia dan pengaruh hormon pada tubuhnya. Cinta sebenarya sama dengan emosi. Kalau emosi seringkali ditentukan oleh sejumlah hormon (terutama dalam siklus menstruasi), maka hal yang sama juga berlaku dalam proses jatuh cinta.
Menurut Diane Lie seorang psikologi sekaligus peneliti rambang pada sebuah Universiti di Beijing membentangkan teorinya, meskipun urusan cinta boleh dijelaskan secara kimia, namun kecamuk cinta tidak semata-mata hanya ditentukan oleh aktiviti hormon, dan manusia tidak berdaya mengatasinya. Juga tidak selalu berarti bila kadar hormon berkurang, berarti getarannya pun berkurang.
Memang, pemacu semburan cinta (PEA) tadi, memiliki pengaruh kerja yang tidak tahan lama. Hormon yang secara ilmiah memiliki kesamaan dengan amfetamin ini, hanya efektif bekerja selama 2-3 tahun saja. Lama kelamaan, tubuh pun bagaikan imun, `kebal’ terhadap si pemicu gelora.
Masih menurut Diane, proses jatuh cinta itu tidak semata-mata hanya dipengaruhi hormon dengan reaksi kimianya. Apalagi dalam proses orang bercinta hingga menikah, banyak faktor sosial lainnya yang menentukan. Contohnya proses jatuh cinta yang dalam bahasa jawa dipanggil versi Tresno Jalaran Soko Kulino” yang bermaksud datangnya cinta kerana pertemuan yang berulang-ulang “. Demikian pula ketika kita marah dan ingin memaki orang lain, hormon memang punya pengaruh khusus, namun tetap ada faktor lain yang ikut menentukanya.
Manusia merupakan makhluk yang paling kompleks. Jika proses reaksi kimia terjadi pada haiwan, barulah teori rendahnya daya tahan PEA ini boleh dipercayai. Jadi, teori Helen Fiscer yang disebut Four Years Itch juga boleh dipatahkan. Pendeknya, teori PEA dilandaskan pada pendekatan ilmu eksakta, sedangkan teori Four Years Itch oleh Fischer yang lingkaran penelitiannya mencakup 62 jenis kultur ini, lebih menggunakan pendekatan sosial. Fischer, yang juga penulis buku ” Anatomy of Love “, menemukan betapa kes perceraian mencapai puncaknya ketika usia perkawinan mencapai usia empat tahun. Kalaupun masa empat tahun itu telah dilalui, katanya, kemungkinan itu berkat hadirnya anak kedua. Kondisi ini membuat perkawinan mereka boleh bertahan hingga empat tahun lebih.
Menurut pandangan Diane, dalam hubungan suami istri atau bercinta, selain cinta, ada hubungan lain yang sifatnya friendship, (persahabatan). Kalau setelah beberapa waktu cinta itu menipis - mungkin kerana tersisihkan hal-hal lain, misalnya kerana rutin yang dilakukan adalah hal-hal yang sama juga setiap hari, lalu segalanya jadi terasa membosankan.
Sternberg terkenal dengan teorinya tentang “Segitiga Cinta” Segitiga cinta itu mengandung komponen :
a. Keintiman (Intimacy)
Keintiman adalah elemen emosi, yang didalamnya terdapat kehangatan, kepercayaan (trust), dan keinginan untuk membina hubungan. Ciri-cirinya antara lain seseorang akan merasa dekat dengan seseorang, senang bercakap-cakap dengannya sampai waktu yang lama, merasa rindu bila lama tidak bertemu.
b. Gairah (Passion)
Gairah adalah elemen motivasional yang didasari oleh dorongan dari dalam diri yang bersifat seksual.
c. Komitmen
Komitmen adalah elemen kognitif, berupa keputusan untuk secara sinambung dan tetap menjalankan suatu kehidupan bersama.
Menurut Sternberg, setiap komponen itu pada tiap-tiap orang berbeda derajatnya. Ada yang hanya tinggi di gairah, tapi rendah pada komitmen. Sedangkan cinta yang ideal adalah apabila ketiga komitmen itu berada dalam proporsi yang sesuai pada suatu waktu tertentu. Misalnya pada tahap awal hubungan, yang paling besar adalah komponen keintiman. Setelah keintiman berlanjut pada gairah yang lebih besar (dalam beberapa budaya) harus disertai dengan komitmen yang lebih besar, misalnya melalui perkawinan.
Seperti telah diuraikan sebelumnya, pada hubungn cinta seseorang sangat ditentukan oleh pengalamannya sendiri mulai dari masa kanak-kanak. Bagaimana orang tuanya saling mengekspresikan perasaan cinta mereka. Hubungan awal dengan teman-teman dekat, kisah-kisah romantis sampai yang horor, dsb. akan membekas dan mempengaruhi seseorang dalam berhubungan. Karenanya setiap orang disarankan untuk menyadari kisah cinta yang ditulis untuk dirinya sendiri.
2. Penjelasan evolusioner/etologis mengenai cinta
Seorang jurnalis inggris Woodrow Wyatt (1981) mengatakan,’seorang pria jatuh cinta melalui matanya,seorang wanita melalui telinganya,”artinya seorang pria tertarik dari kecantikan wanita namun seorang wanita tertarik dari apa yang ia dengar mengenai status seorang pria.
3. Penjelasan psikoanalitik mengenai cinta
Freud memandang cinta sebagai sesuatu yang mincul dari insting seksual.selama perkembangan terhadap oral,ibu menyediakan kenikmatan erotik yang pertama pemuasan oral, sebagai akibatnya, ibu menjadi objek cinta anak pertamanya. Beberapa waktu kemudian, selama tahap genital, individu belajar bahwa kepuasan seksual dapat diberikan oleh seorang fartner seksual.
4. Penjelasan neo-analitik menngenai cinta
Erik Erikson (1963) berfokus pada keenam tahap perkembangan psikoseksual, ketika individu mencapai segitar dua puluh tahun keatas yaitu pada saat cinta yang matang berkembang.menurut Erikson, hanya mereka yang telah menemukan identitasnyalah yang akan melakukan intimasi dan cinta yang sebenarnya, sementara mereka yang identitas egonya tidak lengkap akan tetap terisolasi atau terlibat dalam relasi yang keliru seperti melakukan sex bebas atau hubungan yang dangkal.dengan demikian, Erikson memandang cinta sebagai hasil dari perkembangan yang sehat dan normal.
5. Pendekatan kognitif terhadap cinta
Pendekatan kognitif mengenai cinta berusaha mengklasifikasikan sebagai tipe yang berbeda mengenai cinta; mereka juga membedakan gairah kita dari pikiran kita.
Cinta tidak mungkin dipilah-pilahkan kedalam suatu skema yang sederhana. Kebanyakan pendekatan membuat perbedaan antara menyukai dan menghormati dengan cinta dan nafsu. Ada juga yang membedakan antara cinta yang penuh respek dan penuh persahabatan dengan kesetiaan yang emosional.
6. Perspektif humanistik / eksistensi cinta
Abraham Maslow Menempatkan kebutuhan cinta sebagai urutan ketiga dalam piramida kebutuhannya. Menurut Maslow hanya setelah kebutuhan fisiologis, seseorang dapat bekerja secara nyaman dalam memenuhi kebutuhan cinta dan afiliasi.
Maslow (1968) mendiskripsikan cinta dalam dua tipe, being love dan defisiensi love
deficiency love: bersifat memikirkan diri sendiri dan tergantung.
being love:bersifat tidak mementingkan diri sendiri dan peduli terhadap kebutuhan orang lain. orang dengan B_love lebih teraktualisasi–diri dan membantu partnernya mencapai aktualisasi diri.
Erich Fromm mengkombinasikan perspektif humanistik/eksistensial dan psikoanalitik kedalam teorinya mengenai cinta.cinta merupakan hasil fositif dari perjuanngan individu untuk bergabung dengan individu lain.
Rallo May mendiskripsikan berbagai tipe cinta:
Seks : peredaan ketegangan,nafsu
Ero : cinta prokreatif_pengalaman yang enak
Filia : cinta persaudaraan
Agape : pengabdian pada kesejahteraan yang lain
Cinta otentik : menggabungkan tipe-tipe cinta lain
May juga mengungkapkan pendapatnya tentang Cinta dan kehendak. Sebagai seorang eksistensialis, May menekankan pentingnya kehendak.ia mencatat bahwa cinta dan kehendak terjalin satu dengan yang lain. yakni bahwa cita membutuhkan kehendak (usaha,kemauan) agar dapat bertahan dan bermakna.
7. Perbedaan budaya yang terkait cinta
Cinta tidak hanya sekadar fenomena biologis atau instingtual, ataupun konsep berdasarkan keluarga, cinta juga terkait dalam konteks budaya yang mempengaruhi perilaku agresif.
Diberbagai budaya dan berbagai masa di sepanjang sejarah, perkawinan diatur oleh orang tua penganten pria dan wanita.berbagai faktor ekonomi, religius, dan sosial memainkan peranan pentang.dari pada memilih pasangan hanya berdasarkan perasaan tertarik sesaat secara seksual sekadar hanya untuk memenuhi kebutuhan yang tidak dewasa,lebih baik agen perjodohan.
8. Trait dan Pendekatan Interaksionis: kesepian
Seorang yang kesepian memiliki kesulitan untuk membentuk relasi, mempercayai orang lain, dan karib. Mereka sulit untuk membicarakan dirinya sendiri, membuka perasaannya terhadap orang lain, dan sulit merasa nyaman dalam berinteraksi sosial (Berg & Pepleu,1982;Pepleu & Caldwell,1978). Dalam istilah Traith, mereka barang kali rendah dalam sifat ekstropet dan stabilitas emosional. Para teoris kepribadian dari pendekatan kognitif menyatakan bahwa orang yanng kesepian sering kali memiliki gaya menjelaskan yang bersifat negatif, mereka melihat berbagai hal sebagai suatu yang berada diluar kontrol mereka dan cendrung memandang orang lain secara negatif (snodgrass,1987).
Cara pandang ini menyatakan kesepian dapat diatasi dengan mengnembangkan keterampilan dan mengubah lingkungan.kesepian tidak dapat dianggap hanya sebagai suatu trait kepribadian:para interaksionis berpandangan bahwa situsionis perlu ikut dipertimbangkan sepenuhnya (Rook,1988;1991). Kesepian terjadi ketika terdapat ketidaksesuaian antara relasi seseorang sebenarnya dengan relasi yang dibutuhkan (Parlmen &Peplau,1998).
Cinta Yang Salah Arah
Banyak peneliti yang tertarik dalam menentukan relasi antara kepribadian dan perilaku seksual_khususnya,antara kepribadian dan seks yang tidak aman. yang paling mendasar, orang ekstrovert lebih berpetualang secara seksual karna mereka mencari stimulus ekstra. Orang-orang ekstrovert cendrung lebih banyak melakukan “french kissing” dan terlilbat dalam berbagai aktivitas seksual yang luas (Barnes,Malamuth, & check,1984;fontaine,1994). Fontain (1994) menggunakan Eysenk personality Questioneire untuk menelaah kepribadian dan aktifitas seksual dari para pria yang berusia 18 hingga 35 tahun.ia menemukan bahwa skors yang tunggi dalam dimensi psichotism berkaitan dengan praktik-praktik seksual yang beresiko seperti hubungan seks tanpa perllindungan dengan partner biseksual, penggunan obat terlarang melalui intravena,atau berganti-ganti pasangan.
Skala seperti attraction to sexual Agression scale (Malamuth,1989) mampu mengidentifikasi pria yang memiliki kecendrungan untuk melakukan kejahatan seksual terhadapWanita. Para pria seperti ini lebih mempercayai mitos mengenai perkosaan, mereka memiliki kebutuhan mendominasi yang kuat.mereka mempuyai sikap positif terhadap agresi seksual. Dalam pandangan Freud, jelas bahwa pria semacam itu tidak menyelesaikan kompleks Oedipal-nya ataupun mengembangkan super egonya secara memadai; dan bagi para neo_analis,jelas bahwa pria semacam itu menngalami defisiensi dalam pengasuhannya.dari sudut pandang kognitif pria seperti itu kurang memahami sisi manusiawi dari orang lain, dari sudut pandang trait, mereka kurang memiliki kemampuan berempati dan lupa berbagai aturan yang ditentukan masyarakat. Bagi seorang humanistik, mereka makhluk yang tidak bermoral.meski demikian, terdapat banyak bukti yang memperlihatkan bahwa cinta dapat tumbuh dari sebuah persahabatan yang bermakna. Banyak psikolog yang bijaksana menekankan cinta yang sebenarnya, cinta yang tahan lama, dan paling berhasil bila merupakan bagian dari kepedulian yang matang dan tanpa pamrih terhadap yang lain.
Intinya cinta yang salah adalah cinta yang mengarah pada hubungan seksual yang belum boleh dilakukan atau tidak ada hubungan pernikahan.
http://www.psychologymania.com
No comments:
Post a Comment
Tulis komentar Anda disini