A. PENGERTIAN PENDIDIKAN
Pendidikan merupakan suatu proses berkelanjutan yang mengandungi unsur-unsur pengajaran, latihan, bimbingan dan pimpinan dengan tumpuan khas kepada pemindahan berbagai ilmu, nilai agama dan budaya serta kemahiran yang berguna untuk diaplikasikan oleh individu (pengajar atau pendidik) kepada individu yang memerlukan pendidikan itu.
Justeru, pendidikan itu merujuk kepada manusia sebagai objek utama dalam proses pendidikan. Dalam hal ini, berbagai definisi diberikan berhubung istilah pendidikan. Antara lain :
1.
Pandangan pakar pendidikan dari
Amerika iaitu John Dewey. John Dewey berpandangan bahwa pendidikan ialah satu
proses membentuk kecenderungan asas yang berupa akaliah dan perasaan terhadap
alam dan manusia. Lihat Abdul Halim el-Muhammady, Januari 1984. pendidikan
Islam Skop Dan Matlamatnya, Jurnal pendidikan, Tahun 1, bil. 1, ABIM, Selangor,
hlm.10 dan lihat juga John Dewey, 1910. Democracy and Education, Mac Millan
& Co., New York, hlm. 1-2.
2.
Prof. Horne, Beliau juga
merupakan tokoh pendidik di Amerika. Beliau berpendapat bahwa pendidikan
merupakan proses abadi bagi menyesuaikan perkembangan diri manusia yang
merangkumi aspek jasmani, alam, akliah, kebebasan dan perasaan manusia terhadap
Tuhan sebagaimana yang ternyata dalam akliah, perasaan dan kemahuan manusia.
Lihat Hermen Harrel Horne, 1939. The Democratic Philosophy of Education, Mac
Millan & Co., New York, hlm. 6. Lihat juga Mook Soon Sang, 1988. pendidikan
di Malaysia, Kumpulan Budiman, Kuala Lumpur, hlm. 414.]
3.
Herbert Spencer, Beliau
merupakan ahli falsafah Inggeris (820-903 M). Beliau berpendapat bahwa
pendidikan ialah mempersiapkan manusia supaya dapat hidup dengan ke hidupan
yang sempurna. Lihat Herbert Spencer, 1906. Education: Intelectual, Moral and
Physical, Wiiliam and Nongete, hlm. 84.
Berdasarkan definisi-definisi itu, dapat difahamkan bahwa pendidikan ialah proses melatih akaliah, jasmaniah dan moral manusia untuk melahirkan warganegara yang baik serta menuju ke arah kesempurnaan bagi mencapai tujuan hidup.
Hassan Langgulung juga merumuskan pengartian pendidikan itu sebagai menambah dan memindahkan nilai kebudayaan kepada individu dalam masyarakat. Proses pemindahan nilai budaya itu ialah, pertama, pemindahan nilai-nilai budaya melalui pengajaran. Ia boleh diartikan sebagai pemindahan pengetahuan atau knowledge. Jadi, apabila seseorang memindahkan pengetahuan tersebut maka berlakulah proses pengajaran. Kedua, proses pendidikan merupakan satu latihan. Ia bermaksud apabila seseorang itu membiasakan diri dalam melakukan pekerjaan.
B. PENDIDIKAN FORMAL DAN TIDAK FORMAL
Hakikatnya dapat dimengarti bahwa pendidikan itu
didapati melalui proses yang terdapat di dalam sesuatu masyarakat dan individu
yang ada didalamnya. Akibat daripada proses tersebut. pendidikan boleh
dikategorikan dalam dua bentuk utama iaitu dalam bentuk formal dan bentuk tidak
formal.
Pendidikan yang berbentuk formal dikelolakan oleh satu yayasan atau institusi yang berfalsafah, berorganisasi, berstruktur, bermatlamat dan bersistem. Contohnya sekolah atau pusat pengajian pendidikan.
Pendidikan yang tidak formal tidak mempunyai falsafah, organisasi, struktur, matlamat dan sistem yang tertentu. Contohnya ialah didikan dalam sebuah keluarga.
Berdasarkan pengartian pendidikan itu, ia merupakan proses kesinambungan yang dialui oleh manusia dengan cara bimbingan, latihan dan didikan khususnya berkaitan dengan perkembangan intelek, kerohanian, jasmani, sosial dan estetika. Dengan arti kata lain, pendidikan juga dipandang sebagai pewarisan kebudayaan dan pengembangan potensi- potensi pada diri manusia untuk menjadikan dirinya sebagai manusia yang berilmu, berakhlak, sihat, berbudaya, berseni, berguna dan bertanggungjawab.
C.
AKTUALITA PENDIDIKAN SEUMUR
HIDUP
Banyak ahli pendidikan di berbagai mancanegara menyadari pendidikan, terutama sekolah (formal), kurang mampu memenuhi tuntutan ke hidupan. Karena itu, dalam pertemuan internasional yang diprakarsai Badan PBB Urusan pendidikan dan Kebudayaan (UNESCO), mereka sepakat soal perlunya pendidikan seumur hidup.
Munculnya istilah ini, dalam dunia pendidikan, banyak menimbulkan dorongan atau pemikiran kritis terhadap pengartian pendidikan yang telah ada. Misalnya, tujuan pendidikan adalah pencapaian kedewasaan, sekolahan terutama berjenjang akademik bukanlah satu-satunya sistem pendidikan, dan pendidikan hendaknya lebih menonjolkan sifatnya sebagai self initiative dan self education.
Jalur pendidikan formal memiliki banyak kelemahan jika dibandingkan dengan pendidikan nonformal. Kelemahan pendidikan formal, antara lain, terlalu menekankan pada aspek kognitif pada anak-anak didik. Anak didik seolah-olah hidup terisolasikan selama mengalami dan menjalani pendidikan.
Namun, jangan dimaknai pendidikan di sekolah formal tidak perlu. Dalam kenyataaannya pun jalur pendidikan ini tetap ada, malah semakin banyak bagai jamur di musim hujan. Hal ini disebabkan jalur pendidikan yang terlembagakan (formal), adanya keteraturan tentang perencanaaan dan pelaksanaaan pendidikan, juga memberikan rasa optimis bagi para peminatnya dengan jangka waktu yang relatif pendek.
Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan tersebut, dan agar pendidikan seumur hidup dapat benar-benar berada dalam sistem, diperlukan aspek lain, yakni aspek horizontal. Aspek ini bermakna efisiensi pendidikan. Separti sistem persekolahan, ia akan tercapai bila memperhatikan lingkungan, misalnya keluarga, tempat bermain, tempat kerja, atau lingkungan masyarakat secara luas.
D.
PENDIDIKAN DIDUNIA BERKEMBANG
Di negara-negara berkembang, kompleksitas pendidikan bisa kait-mengait antara sistem, kurikulum, dukungan ekonomi, dan lain-lain sehingga sering mengaburkan prinsip, tujuan atau bahkan sistem pendidikan itu sendiri. Sehingga sistem dan tujuan pendidikan sering disalahartikan dan disalahgunakan.
Adanya pendidikan seumur hidup, merupakan sebuah angin segar apabila kita mengamati pada beberapa asas yang melekat (inheren) pada gagasan pendidikan seumur hidup itu sendiri. Separti sistem pendidikan semakin demokratis, pendidikan dapat meningkatkan kualitas hidup, dan pengintegrasian sekolah dengan ke hidupan di lingkungan masyarakat.
Hanya, bisa saja angin segar pendidikan seumur hidup menjadi angin surga alias utopia baru dalam bidang pendidikan, apabila hanya sebatas konsep tanpa implementasi. Konsepsi pendidikan seumur hidup di Indonesia telah beberapa kali tercantum dalam GBHN, tapi implementasinya sering berubah-ubah. Konsep di dalam GBHN masih amat luas pengartiannya, sehingga sering terjadi "keluwesan" menafsirkan yang berbeda.
Misalnya dalam mengambil sikap antara beberapa pengartian pendidikan satu jalur (single track) dan pendidikan multijalur (multitrack). Demikian pula dengan pendidikan yang bersifat akademik ilmiah dan operasional-teknik, maupun antara pendidikan formal dan nonformal.
Asas pendidikan seumur hidup yang mengandung kemungkinan diversifikasi sistem pendidikan, tampaknya konsepsi satu jalur kurang begitu tepat dan efektif. pendidikan satu jalur baru lebih efektif bila wajib belajar lebih tinggi dari yang ada sekarang.
E. PENDIDIKAN SEUMUR HIDUP DALAM PANDANGAN ISLAM
Jauh sebelum PBB pada tahun 1970-an memprakarsai “pendidikan seumur hidup-PSH” (Lite Long Integrated Education), dalam Islam pada abad ketujuh telah ditegaskan: Uthlub al’ilma min al-mahdi ila al-lahdi (tuntutlah ilmu dari buaian hingga liang lahat). Sayangnya, kepopuleran ajaran pendidikan seumur hidup dari Rasulullah SAW itu tidak sempat menggugah perhatian kita untuk memprakarsainya menjadi word program.
Dalam GBHN termaktub: “pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan di dalam lingkungan rumah tangga, sekolah dan masyarakat. Karena itu, pendidikan ialah tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah”. Berarti setiap insan Indonesia dituntut selalu berkembang sepanjang hidupnya. Sementara itu masyarakat dan pemerintah harus menciptakan suasana untuk selalu belajar. Sebab masa sekolah (formal) bukanlah masa “satu-satunya”, tetapi hanya sebagian dari waktu belajar yang berlangsung sepanjang hidup.
F. URGENSI PENDIDIKAN SEUMUR HIDUP
Drs H Fuad Ihsan (1996:44-45) dalam buku Dasar-dasar Kependidikan, menulis beberapa dasar pemikiran --ditinjau dari beberapa aspek-- tentang urgensi pendidikan seumur hidup, antara lain: Aspek ideologis, setiap manusia yang dilahirkan ke dunia ini memiliki hak yang sama untuk memperoleh pendidikan, meningkatkan pengetahuan dan menambah keterampilannya. pendidikan seumur hidup akan membuka jalan bagi seseorang untuk mengembangkan potensi diri sesuai dengan kebutuhan hidupnya.
Aspek ekonomis, pendidikan merupakan cara yang paling efektif untuk dapat keluar dari “Lingkungan Setan Kemelaratan” akibat kebodohan. pendidikan seumur hidup akan memberi peluang bagi seseorang untuk meningkatkan produktivitas, memelihara dan mengembangkan sumber-sumber yang dimilikinya, hidup di lingkungan yang menyenangkan-sehat, dan memiliki motivasi dalam mendidik anak-anak secara tepat sehingga pendidikan keluarga menjadi penting.
Aspek sosiologis, di negara berkembang banyak orangtua yang kurang menyadari pentingnya pendidikan sekolah bagi anak-anaknya, ada yang putus sekolah bahkan ada yang tidak sekolah sama sekali. pendidikan seumur hidup bagi orang tua merupakan problem solving terhadap fenomena tersebut. Aspek politis, pendidikan kewarganegaraan perlu diberikan kepada seluruh rakyat untuk memahami fungsi pemerintah, DPR, MPR, dan lembaga-lembaga negara lainnya. Tugas pendidikan seumur hidup menjadikan seluruh rakyat menyadari pentingnya hak-hak pada negara demokrasi.
Aspek teknologis, pendidikan seumur hidup sebagai alternatif bagi para sarjana, teknisi dan pemimpin di negara berkembang untuk memperbaharui pengetahuan dan keterampilan seperti dilakukan negara-negara maju. Aspek psikologis dan pedagogis, sejalan dengan makin luas, dalam dan kompleknya ilmu pengetahuan, tidak mungkin lagi dapat diajarkan seluruhnya di sekolah. Tugas pendidikan sekolah hanya mengajarkan kepada peserta didik tentang metode belajar, menanamkan motivasi yang kuat untuk terus-menerus belajar sepanjang hidup, memberikan keterampilan secara cepat dan mengembangkan daya adaptasi. Untuk menerapkan pendidikan seumur hidup perlu diciptakan suasana yang kondusif.
TAMBAHAN ILMU
Bila kita melakukan investigasi, maka tak satu doa pun
dari doa-doa dalam Alquran dan Alhadits yang berisi “permintaan tambahan”,
kecuali dalam hal doa: Rabbi zidni ‘ilman (QS Thaha, 20:114), wa ziyadatan fi
al-’ilmi (Alhadits). Dalam hal rezeki, yang diminta bukan tambahan, tetapi
barakah: wa barakatan fi ar-rizqi. Dalam hal dunia adalah keselamatan: fi
ad-dunya hasanah, bukan lain-lain, demikianlah selanjutnya (baca: Syarqawi
Dhafir, Berilmu).
Menambah ilmu setiap saat sangat signifikan bagi ke
hidupan manusia. Rasulullah SAW sampai bersumpah: Demi Allah seandainya aku
tidak dapat menambah ilmu sehari saja, maka lebih baik aku tidak melihat
matahari saat itu. Ini adalah isyarat bila kita menginginkan ke hidupan yang
lebih baik maka manhaj-nya adalah dengan menambah ilmu-pengetahuan: Man arada
ad-dunya fa’alaihi bi al-’ilmi wa man arada al-akhira fa’alaihi bi al-’ilmi wa man
aradahuma fa’alaihi bi al-’ilmi (Alhadits).
Sebagai upaya penyadaran umat untuk rajin menuntut ilmi, maka penulis perlu memaparkan beberapa janji Allah SWT dan pesan Rasul, di antaranya: mengistimewakan mereka dari yang tidak berilmu (QS al-Zumar, 39:9), memberi derajat yang lebih tinggi (QS al-Mujadilah, 58:11), mempermudah jalan menuju surga (HR Muslim), menyamakan kedudukan mereka dengan orang yang berjuang di jalan Allah (HR Turmudzi), memberi keistimewaan yang lebih dari orang yang hanya beribadah, ilmu dijadikan sebagai warisan yang terus menerus memproduksi amal kebajikan yang tak putus karena kematian (HR Muslim).
Dalam meningkatkan ‘ubudiyah kepada Allah harus berlandaskan ilmu (‘ala ilmin) untuk dapat memahami kebesaran dan kekuasaan-Nya: Innama yakhsa Allah min ‘ibadihi al-’ulama. Artinya, sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-Nya hanyalah ulama (QS Fathir, 35:28). Berarti ilmu merupakan pelita-obor yang dapat menerangi jalan menuju Tuhan. Tanpa ilmu, dapat dipastikan ibadah yang kita lakukan nilainya rendah dan boleh jadi tidak sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasul-Nya.
TERUS BELAJAR
Tidak ada istilah “tua” untuk belajar, never old to
leam. Konsekuensi doa yang kita panjatkan harus sejalan dengan amaliyah nyata
melalui kegiatan belajar yang terus-menerus. Nabi Muhammad SAW sekalipun telah
mencapai puncak, masih tetap juga diperintahkan untuk selalu memohon (berdoa)
sambil berusaha untuk mendapatkan ilmu pengetahuan (M Quraish Shihab,
1999:178). Bukankah Allah Ta’ala telah menyatakan: Dan orang-orang yang
berjuang di jalan Kami pastilah akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan Kami
(QS al-’Ankabut, 29:69).
Siapapun yang punya suatu cita-cita dan ia bersungguh-sungguh berusaha mendapatkannya maka pasti akan ia dapatkan. Siapapun yang terus menerus mengetuk pintu untuk mencapai yang dicita-citakan maka pasti akan terbuka. Apa pun yang kamu inginkan bergabung kepada seberapa besar keinginanmu itu (Az-Zarmuji, 1994:29): Bi qadri ma ta’tani tanalu ma tatamanna.
Walaupun secara formal kita telah menyelesaikan pendidikan tinggi (S1, S2 dan S3) bukan berarti selesailah tugas belajar. Demikian juga seorang guru atau dosen tidak boleh merasa cukup dengan kemampuan yang dimiliki: “masih banyak yang belum kita ketahui”. Bukankah Imam al-Ghazali (1058-1111 M) --penulis buku Ilya ‘Ulum al-Din, dikenal dengan hujjah al-Islam-- pernah mengatakan: Kulllama izdada ‘ilmi izdada jahli, setiap kali bertambah ilmuku, bertambah pula kebodohanku.
Orang-orang yang banyak belajar akan semakin membuka mata kepala (‘ain al-bashar) dan mata hati (‘ain al-bashirah) untuk semakin tunduk, patuh dan taat kepada manhaj Rabbani. Untuk itu kita harus banyak membaca, karena membaca sebagai kunci untuk membuka “gudang ilmu-pengetahuan”, yaitu buku.
Dalam Islam, landasan pendidikan seumur hidup terdapat dalam ayat-ayat Alquran dan hadis Rasul, antara lain "Sesungguhnya dalam kejadian langit dan bumi, serta pertukaran malam dan siang, terdapat tanda-tanda kebesaran Allah bagi mereka yang mempunyai (mempergunakan) akalnya". (QS. Ali Imran: 190). Dan pepatah arab "Tuntutlah ilmu dari buaian sampai ke liang lahat".
Kesadaran akan pentingnya pendidikan seumur hidup menjadi mendalam dengan adanya sejumlah firman Allah SWT dan hadis Nabi Muhammad yang mendasarinya. Persoalannya, tinggal bagaimana menjabarkan dan mengimplementasikannya
G. KESIMPULAN
1. Fuad Hassan berpendapat, pendidikan dalam arti luas merupakan
ikhtiar yang ditempuh melalui tiga pendekatan, yaitu pembiasaan, pembelajaran,
dan peneladanan. Ketiga aspek itu berlangsung sepanjang perjalanan hidup
manusia.
2. Pendidikan merupakan suatu proses berkelanjutan yang mengandungi unsur-unsur
pengajaran, latihan, bimbingan dan pimpinan dengan tumpuan khas kepada
pemindahan berbagai ilmu, nilai agama dan budaya serta kemahiran yang berguna
untuk diaplikasikan oleh individu (pengajar atau pendidik) kepada individu yang
memerlukan pendidikan.
3. Berdasarkan berbagai definisi, dapat difahamkan bahwa pendidikan
ialah proses melatih akaliah, jasmaniah dan moral manusia untuk melahirkan
warganegara yang baik serta menuju ke arah kesempurnaan bagi mencapai tujuan
hidup.
4. Asas pendidikan seumur hidup yang mengandung kemungkinan
diversifikasi sistem pendidikan, tampaknya konsepsi satu jalur kurang begitu
tepat dan efektif. pendidikan satu jalur baru lebih efektif bila wajib belajar
lebih tinggi dari yang ada sekarang.
5. Jauh sebelum PBB pada tahun 1970-an memprakarsai "pendidikan
seumur hidup-PSH” (Lite Long Integrated Education), dalam Islam pada abad
ketujuh telah ditegaskan: Uthlub al’ilma min al-mahdi ila al-lahdi (tuntutlah
ilmu dari buaian hingga liang lahat).
No comments:
Post a Comment
Tulis komentar Anda disini