A.
Longsor
Longsoran
merupakan salah satu jenis gerakan massa tanah atau batuan, ataupun percampuran
keduanya, menuruni atau keluar lereng akibat dari terganggunya kestabilan tanah
atau batuan penyusun lereng tersebut. Tanah longsor terjadi karena ada gangguan
kestabilan pada tanah/batuan penyusun lereng. Penyebab longsoran dapat
dibedakan menjadi penyebab yang berupa :
·
Faktor
pengontrol gangguan kestabilan lereng.
·
Proses pemicu
longsoran.
Gangguan
kestabilan lereng ini dikontrol oleh kondisi morfologi (terutama kemiringan
lereng), kondisi batuan ataupun tanah penyusun lereng dan kondisi hidrologi
atau tata air pada lereng. Meskipun suatu lereng rentan atau berpotensi untuk
longsor, karena kondisi kemiringan lereng, batuan/tanah dan tata airnya, namun
lereng tersebut belum akan longsor atau terganggu kestabilannya tanpa dipicu
oleh proses pemicu. Proses pemicu longsoran dapat berupa :
Peningkatan
kandungan air dalam lereng, sehingga terjadi akumulasi air yang merenggangkan
ikatan antar butir tanah dan akhirnya mendorong butir-butir tanah untuk
longsor. Peningkatan kandungan air ini sering disebabkan oleh meresapnya air
hujan, air kolam/selokan yang bocor atau air sawah kedalam lereng.
Getaran
pada lereng akibat gempa bumi ataupun ledakan, penggalian, getaran
alat/kendaraan. Gempa bumi pada tanah pasir dengan kandungan air sering
mengakibatkan liquefaction (tanah kehilangan kekuatan geser dan daya dukung,
yang diiringi dengan penggenangan tanah oleh air dari bawah tanah).
Peningkatan
beban yang melampaui daya dukung tanah atau kuat geser tanah. Beban yang
berlebihan ini dapat berupa beban bangunan ataupun pohon-pohon yang terlalu
rimbun dan rapat yang ditanam pada lereng lebih curam dari 40 derajat. Pemotongan
kaki lereng secara sembarangan yang mengakibatkan lereng kehilangan gaya
penyangga.
B. Longsor Lahan
Perhatikan gambar diatas. Ada fakta yang
menggelitik saya ketika membelah perbukitan di sana. Ada proyek luar biasa
untuk mengamankan bukit-bukit di sana dari bencana keguguran alias longsor
lahan. Bukit-bukit di sana dibuatkan “ikat kaki”.Ikat kaki adalah istilah yang
saya pilih. Mari kita lihat foto yang saya peroleh di lapangan. Jika kita
mengandaikan bukit sebagai sosok pribadi bak manusia maka tentunya posisi sabuk
di sana tidak layak disebut ikat pinggang. Sabuk tersebut lebih cocok disebut
ikat kaki sebab memang fungsinya mengikat kaki. Lalu apa yang menarik untuk
ditelisik? Jawabannya adalah ide pembuatan ikat kaki tersebut.
Beberapa tahun terakhir kita mendapatkan edukasi tentang longsor lahan melalui
banyak media. Longsor-longsor lahan yang terjadi di Indonesia menggerakkan
stake holder yang berkepentingan di dunia itu untuk menyampaikan sesuatu demi
keamanan bersama. Dan sasaran yang dituju tentunya masyarakat. Sehingga saya
menjadi percaya diri mengajak pembaca untuk mengulas bahasan kali ini tanpa
intro mendalam .
Ada faktor penting pemicu terjadinya longsor lahan
yang sepertinya terabaikan pada peneluran proyek mitigasi bencana tersebut.
Pemicu longsor lahan tidak hanya berupa penggundulan hutan di daerah
hinterland. Bahkan, jika kita cermat pun maka boleh jadi kita akan terbelalak.
Sebab, hutan yang rapat sekalipun tak menjamin area tersebut bebas longsor
lahan. Entitas hutan memiliki massa yang sebenarnya pada titik klimaks tertentu
justru menjadi beban bagi lahan yag menopangnya. Lalu faktor apa yang saya
maksud tersebut? Faktor tersebut adalah bidang gelincir!
Tidaklah benar anggapan bahwa lapisan tanah ataupun batuan yang menyusun
permukaan bumi ini berada pada posisi rata muka air serta paralel bertumpuk.
Kekurangpemahaman tersebut juka saya gambarkan akan tampak seperti berikut.
Kita perlu mengingat kembali bahwa ada 2 tenaga
yang bekerja pada permukaan bumi. Tenaga-tenaga tersebutlah yang membentuk
konfigurasi permukaan bumi. Hasilnya tentu adalah bentukan perbukitan, lembah,
dan sebagainya. Tenaga tersebut secara umum dirinci sebagai tenaga endogen dan
eksogen. Sehingga kita harus selalu menyadari bahwa lapisan-lapisan tanah dan
batuan tersebut sangat beragam. Ragam tersebut menyangkut posisi, arah,
kombinasi, dan kemiringannya.
Pemahaman tentang variasi konfigurasi lapisan permukaan bumi tersebut
selayaknya membimbing kita untuk kritis terhadap suatu permasalahan lahan.
Bidang gelincir adalah bidang yang membatasi 2 unsur lapisan yang berbeda
karakter. Misal lapisan tanah berada di atas lapisan batuan volkan yang keras
dan licin. Bidang gelincir menjadi penting untuk dicermati sebab kondisi sepeti
itu (perbedaan karakter) berimbas pada ketidakkompakan unsur-unsur tersebut.
Jika kekompakan tidak terjamin maka keterceraiberaian hanya menunggu waktu
saja. Pada contoh tanah dan batuan volkan, resiko longsor lahan meningkat
ketika terjadi hujan lebat sehingga air meresap ke dalam tanah hingga berkontak
dengan batuan volkan yang sifat dasarnya keras serta licin tersebut. Pada waktu
yang terakumulasi, air-air yang meresap akan mengumpul di atas batuan sehingga
membuat tanah yang berkontak menjadi mirip lempung yang licin. Ketika gaya
berat atas massa tanah sudah tidak lagi dapat ditahan oleh gaya gesek antara
tanah dan batuan maka otomatis lapisan tanah tersebut akan menggelincir.
Terjadilah longsor lahan.
Ikat kaki yang dibangun di kabupaten tersebut
sudahkah melampaui pertimbangan ini? Sebab tinggi alias lebar ikat kakinya
sangat tidak spesifik jika harus ditugaskan untuk mengamankan bidang gelincir
tadi. Pertama kali saya melihat ikat kaki tersebut saya langsung berkeyakinan
bahwa usaha tersebut tidak akan memberikan kontribusi memuaskan perihal antisipasi
bencana. Keyakinan saya tersebut langsung terbukti pada saat itu juga. Di titik
lain terjadi longsor lahan hingga ikat kaki tersebut terkubur dan di titik
lainnya dikembangkan model ikat kaki yang lebih mirip ikat pinggang. Mungkin
ikat pinggang yang berujud tebing tumpukan batu tersebut dikembangkan setelah
ikat kaki tak mampu menjaga kestabilan titik tersebut. Jikapun ada suatu
rencana panjang untuk meninggikan ikat kaki menjadi ikat pinggang hingga ikat
kepala maka perlu dipikir-pikir ulang akan dibuat apa sebenarnya daerah
tersebut
C.
PENYEBAB
LONGSOR LAHAN
Gejala Umum Terjadinya Bencana Alam Tanah Longsor
• Munculnya retakan-retakan di lereng yang sejajar dengan arah tebing.
• Biasanya terjadi setelah hujan.
• Munculnya mata air baru secara tiba-tiba.
• Tebing rapuh dan kerikil mulai berjatuhan
Pada prinsipnya tanah longsor terjadi bila gaya pendorong pada lereng
lebih besar dari gaya penahan. Gaya penahan umumnya dipengaruhi oleh kekuatan
batuan dan kepadatan tanah. Sedangkan gaya pendorong dipengaruhi oleh besarnya
sudut kemiringan lereng, air, beban serta berat jenis tanah batuan
Faktor
penyebab terjadinya gerakan pada lereng juga tergantung pada kondisi batuan dan
tanah penyusun lereng, struktur geologi, curah hujan, vegetasi penutup dan
penggunaan lahan pada lereng tersebut, namun secara garis besar dapat dibedakan
sebagai factor alami dan manusia:
1. Faktor alam
Kondisi alam yang menjadi faktor
utama terjadinya longsor antara lain:
a. Kondisi geologi: batuan lapuk,
kemiriringan lapisan, sisipan lapisan
batu lempung, struktur sesar dan
kekar, gempa bumi, stratigrafi dan gunung_api.
b. Iklim: curah hujan yang tinggi.
c. Keadaan topografi: lereng yang
curam.
d. Keadaan tata air: kondisi drainase
yang tersumbat, akumulasi massa air,
erosi dalam, pelarutan dan
tekanan hidrostatika.
e. Tutupan lahan yang mengurangi
tahan geser, misal tanah kritis.
2. Faktor manusia
Ulah manusia yang tidak bersabat
dengan alam antara lain:
a. Pemotongan tebing pada
penambangan batu dilereng yang terjal.
b. Penimbunan tanah urugan di daerah
lereng.
c. Kegagalan struktur dinding
penahan tanah.
d. Penggundulan hutan.
e. Budidaya kolam ikan diatas
lereng.
f. Sistem pertanian yang tidak
memperhatikan irigasi yang aman.
g. Pengembangan wilayah yang tidak
diimbangi dengan kesadaran masyarakath. Sistem
Di Indonesia, kejadian banjir dan tanah longsor cenderung menunjukkan
gejala yang semakin meningkat, semakin meluas, dan semakin mengganas dari tahun
ke tahun. Hal ini disebabkan hingga saat ini belum ada upaya pencegahan dan
penanggulangan banjir dan tanah longsor secara tuntas berdasarkan akar
permasalahannya. Upaya-upaya yang saat ini dilakukan masih bersifat
insidensial, umum, temporer, dan lebih berdasarkan kepentingan-kepentingan
tertentu (Latief M. Rachman & Herdi Sahrasad).
Berulangnya bencana banjir dan tanah longsor sebenarnya merupakan suatu
bukti bahwa manusia telah melakukan kekeliruan besar dalam mengelola sumber
daya alam. Pun membuktikan bahwa sehebat apa pun teknologi yang digunakan
manusia untuk mengatasinya, bencana banjir dan tanah longsor masih dan akan
terus terjadi.
Di wilayah perkotaan, kesalahan pengelolaan sumber daya alam itu sangat
kentara terjadi. Pembangunan dilakukan jor-joran dan tidak berspektif ekologis.
Pendirian bangunan di kawasan resapan air mengakibatkan air langsung mengalir
tanpa tertampung oleh tanah. Menipisnya kawasan hijau akibat pesatnya
pembangunan gedung-gedung tinggi sangat berakibat buruk ketika musim penghujan
tiba. Lihatlah Jakarta sebagai ibukota negara kita setiap tahun sudah langganan
banjir.
Eksploitasi besar-besaran air tanah juga merupakan salah satu kesalahan
fatal masyarakat perkotaan dalam hal pengelolaan sumber daya alam. Eksploitasi
besar-besaran air tanah tersebut tidak hanya menjadi penyebab terjadinya
kelangkaan air bersih, tetapi juga mengakibatkan penurunan permukaan tanah
(land subsidence) terhadap permukaan air laut. Jakarta dan Semarang merupakan
contoh perkotaan yang posisinya semakin rendah daripada permukaan laut,
sehingga kedua kota ini senantiasa dihadapkan pada ancaman bencana banjir (selain
banjir rob) pada musim penghujan dan kelangkaan air bersih pada musim kemarau.
Di kota-kota besar lainnya di Indonesia pun banyak yang mengalami hal
seperti ini. Pembangunan yang menistakan lingkungan sekitar marak terjadi dan
sekan menjadi ‘tuntutan’ wajib bagi identitas sebuah kota. Akibatnya,
permukiman kumuh bermunculan dan lahan sungai semakin sempit. Akibat bantaran
sungai yang telah beralih fungsi menjadi permukiman kumuh itu, tak ayal ketika
musim penghujan tiba sungai sudah tidak mampu lagi menahan debit air yang
besar.
Sungai Ciliwung dan Bengawan Solo adalah contoh buruknya pengelolaan
bantaran sungai yang telah beralih fungsi tersebut sehingga setiap tahun kedua
sungai ini akan meluap dan membanjiri kawasan pemukiman kumuh di kedua sisi sungai.
Kesalah kelolaan tersebut juga mengakibatkan rusaknya kondisi aliran sungai,
yang meliputi wilayah yang paling hulu sampai ke hilirnya.
Kasus tanah longsor agak berbeda dengan banjir. Tanah longsor terjadi
akibat sejumlah massa tanah di atas bidang luncur bergerak ke bawah karena gaya
berat atau gravitasi. Longsor dapat juga terjadi karena runtuhnya sejumlah
massa tanah dari ketinggian tempat tertentu secara tiba-tiba. Penyebab tanah
longsor adalah tidak adanya penahan terhadap massa tanah yang jatuh dari
dorongan gaya gravitasi tersebut.
Menurut
Munir (2006: 294) tanah longsor akan terjadi disuatu tempat apabila tiga hal
berikut ini telah terpenuhi, yaitu:
1)
Adanya lereng yang cukup curam yang memungkinkan suatu volume besar tanah
meluncur atau bergerak.
2)
Adanya lapisan di bawah tanah permukaan yang kedap air dan lunak yang akan
berfungsi sebagai bidang luncur.
3)
Terdapat cukup air dalam tanah sehingga lapisan tanah yang berada tepat di atas
lapisan kedap air itu akan jenuh.
Dikutip dari International Journal of Geology
There are
three main factors that control the type and rate of mass wasting that might
occur at the Earth’s surface: 1) Slope gradient: The steeper the slope of the
land, the more likely that mass wasting will occur, 2) Slope consolidation:
sediments and fractured or poorly cemented rock and sediments are weak and more
prone to mass wasting, 3) Water: if slope materials are saturated with water,
they may lose cohesion and flow easly (Rotaru, A., et al, 2007).
Pada prinsipnya
longsor lahan terjadi bila gaya dorong pada lereng lebih besar daripada gaya
penahan. Gaya penahan umumnya dipengaruhi oleh kekuatan batuan dan kepadatan
tanah. Sedangkan gaya pendorong dipengaruhi oleh besarnya sudut lereng, air,
beban serta berat jenis tanah batuan
Longsor atau sering disebut gerakan tanah adalah suatu
peristiwa geologi yang terjadi karena pergerakan masa batuan atau tanah dengan berbagai tipe dan jenis seperti jatuhnya
bebatuan atau gumpalan besar tanah. Secara umum kejadian longsor disebabkan
oleh dua faktor yaitu faktor pendorong dan faktor pemicu. Faktor pendorong
adalah faktor-faktor yang memengaruhi kondisi material sendiri, sedangkan
faktor pemicu adalah faktor yang menyebabkan bergeraknya material tersebut.
Meskipun penyebab utama kejadian ini adalah gravitasi yang memengaruhi suatu lereng yang curam, namun
ada pula faktor-faktor lainnya yang turut berpengaruh:
·
erosi yang
disebabkan aliran air permukaan atau air hujan, sungai-sungai atau gelombang laut yang menggerus kaki
lereng-lereng bertambah curam
·
lereng dari bebatuan dan tanah
diperlemah melalui saturasi yang diakibatkan hujan lebat
·
gempa bumi
menyebabkan getaran, tekanan pada partikel-partikel mineral dan bidang lemah
pada massa batuan dan tanah yang mengakibatkan longsornya lereng-lereng
tersebut
·
gunung berapi menciptakan
simpanan debu yang lengang, hujan lebat dan aliran debu-debu
·
getaran dari
mesin, lalu lintas,
penggunaan bahan-bahan peledak, dan bahkan petir
·
berat yang terlalu berlebihan,
misalnya dari berkumpulnya hujan atau salju
D. Pencegahan Bencana Alam
Secara ilmiah dan kasat mata dapat dinyatakan bahwa bahwa bencana banjir
dan tanah longsor terjadi karena ulah manusia. Salah satu penyebab banjir dan
tanah longsor adalah akibat ulah
sebagian masyarakat yang secara ‘sadar’ sering membuang sampah sembarangan. Di
daerah pedalaman, banyak masyarakat yang menggunduli hutan untuk ditanami
tanaman palawija. Hal ini bisa jadi merupakan buah dari kemiskinan masyarakat
sekitar hutan dan ketidaktahuan mereka akan bahaya banjir dan tanah longsor
yang potensial terjadi. Banjir bandang dan tanah longsor sewaktu-waktu bisa
saja terjadi karena akar serabut tanaman palawija tidak mungkin dapat menahan
air yang menggemburkan tanah waktu hujan deras.
Ada dua kategori becana alam, yakni alami dan ulah manusia. Yang alami seperti gempa
bumi, gunung meletus, angin puting beliung dan bajir. Sedangkan yang karena
ulah manusia di antaranya pulusi air, tanah dan udara. Namun faktor pemicu
terjadinya kedua kategori bencana alam ini menjadi sulit dibedakan. Sebab, pada
akhirnya kontribusi ulah manusia yang eksploitatif terhadap alam dan
lingkunganlah yang menjadi penyebab utama bencana banjir, tanah longsor dan
pemanasan global.
Beberapa kesalahan pengelolaan di wilayah hulu yang menyebabkan banjir
dan longsor dikarenakan rendahnya kapasitas permukaan tanah menyerap air hujan.
Semua ini merupakan kontribusi dari:
1. Penggundulan, penebangan pohon, atau pembalakan liar di wilayah hutan;
2. Kesalahan pengelolaan pertanian lahan kering.
3. Tidak ditanaminya daerah kawasan selebar sedikitnya 100 meter kanan-kiri
sepanjang sungai (besar) dengan pohon-pohonan sebagai kawasan hijau.
4. Di daerah perbatasan antara wilayah hulu dan hilir, konversi lahan pertanian
menjadi kawasan pemukiman, perdagangan, industri, infrastruktur jalan,
fasilitas umum, dan lain sebagainya yang menyebabkan kapasitas resapan area
menjadi jauh berkurang.
Pencegahan dan penanggulangan banjir dan longsor tanah untuk wilayah
hulu (atas) karena air luapan sungai utama adalah:
(1) memperbaiki kondisi daerah aliran sungai di wilayah hulunya sebagai
daerah resapan air yang efektif agar tidak menghasilkan debit air sungai yang
sangat besar ketika periode musim hujan tiba;
(2) memperbaiki kondisi hutan
yang ada di wilayah hulu;
(3) memperbaiki sistem pertanian
lahan kering yang ada di wilayah hulunya;
(4) menjaga dan memelihara kawasan kanan-kiri sungai selebar 100 meter
dan tanggul sungai sepanjang sungai utama sebagai kawasan hijau pohon-pohonan
Untuk mengendalikan banjir dan
longsor tanah yang terjadi tipe wilayah hulu agar cepat teratasi jika datang
air luapan dari sungai yang melaluinya, perlu:
(1) memperkuat tanggul-tanggul
sungai agar tidak mudah jebol;
(2) Membuat
sistem distribusi pengairan air untuk mengalirkan air banjir tersebut ke daerah
lain tanpa menimbulkan perluasan area banjir;
(3) meningkatkan kapasitas
resapan air di wilayah daerah banjir.
Sedangkan kesalahan pengelolaan wilayah hilir yang menyebabkan banjir dan
longsor tanah di wilayah hilir (mendekati pantai) adalah;
(1) tidak ditanaminya kawasan selebar sedikitnya 100 meter kanan-kiri
sepanjang sungai;
(2)
penyempitan area aliran sungai, daerah kawasan kanan-kiri sungai, dan bahkan
bagian dari tanggul sungai dan bantaran sungai yang digunakan sebagai
permukiman penduduk;
(3) sistem
pengaturan tata air (perkotaan) lambat mengalirkan air yang berasal dari hulu
menuju ke laut;
(4) sistem drainase bagian hilir (perkotaan) yang
tidak efektif dan lambat mengalirkan air ke laut, seperti saluran terlalu
sempit dan sumbatan sampah;
(5) kurangnya
luasan daerah-daerah resapan air di wilayah perkotaan.
Beberapa prinsip atau upaya utama pencegahan banjir untuk tipe wilayah
hilir adalah:
(1)
membangun sistem pengairan yang mampu mengalirkan air hujan yang berkumpul di
seluruh wilayah tersebut ke laut secara cepat dan efektif;
(2)
membangun sistem pengairan yang mampu mengalirkan air sungai yang berasal dari
wilayah hulu menuju ke laut;
(3)
meningkatkan kapasitas resapan air di seluruh wilayah hilir;
(4)
mengendalikan atau mengurangi volume air sungai yang berasal dari wilayah
hulunya dengan cara memperbaiki kondisi daerah aliran sungai wilayah hulunya
atau sebagai daerah resapan air yang efektif agar tidak menghasilkan debit
sungai yang besar ketika periode musim hujan tiba;
(5) menjaga
dan memelihara kawasan kanan-kiri sungai selebar sedikitnya 100 meter dan
tanggul sungai sepanjang sungai utama sebagai kawasan hijau pohon-pohonan.
Sedangkan untuk mengendalikan banjir dan longsor tanah yang terjadi tipe
wilayah hilir atau daerah pantai ketika terjadi banjir adalah membangun
tanggul-tanggul penahan ombak untuk penahan air pasang atau banjir rob, dan
membangun sistem pemompaan air untuk memompa air laut ke laut secara efektif
Pencegahan
Terjadinya Bencana Alam Tanah Longsor
- Jangan mencetak sawah dan
membuat kolam pada lereng bagian atas di
dekat pemukiman.
- Buatlah terasering (sengkedan)
pada lereng yang terjal bila membangun
permukiman .
- Segera menutup retakan tanah
dan dipadatkan agar air tidak masuk ke
dalam tanah melalui retakan
- Jangan memotong tebing jalan
menjadi tegak
- Jangan mendirikan rumah di tepi
sungai yang rawan erosi
- Jangan menebang pohon di lereng
(gb. kiri)
- Jangan membangun rumah di bawah
tebing
Hal
– Hal Yang di Lakukan Selama dan sesudah Terjadi Bencana
1. Tanggap Darurat
Yang harus dilakukan dalam
tahap tanggap darurat adalah penyelamatan dan pertolongan korban secepatnya supaya korban tidak
bertambah. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan,
2. Rehabilitasi
Upaya pemulihan korban dan
prasarananya, meliputi kondisi sosial, ekonomi, dan sarana transportasi. Selain
itu dikaji juga perkembangan tanah longsor dan teknik pengendaliannya supaya
tanah longsor tidak berkembang dan penentuan relokasi korban tanah longsor bila
tanah longsor sulit dikendalikan.
3. Rekonstruksi
Penguatan bangunan-bangunan
infrastruktur di daerah rawan longsor tidak menjadi pertimbangan utama untuk
mitigasi kerusakan yang disebabkan oleh tanah longsor, karena kerentanan untuk
bangunan-bangunan yang dibangun pada jalur tanah longsor hampir 100%.
....file lama zaman kuliah....
No comments:
Post a Comment
Tulis komentar Anda disini