TRANSLATE ARTIKEL INI KE DALAM BAHASA LAIN DENGAN MENGKLIK PILIH BAHASA DIBAWAH

Tuesday, 14 November 2023

Penjelasan Panjang Lebar Tentang LONGSOR


A.     Longsor

Longsoran merupakan salah satu jenis gerakan massa tanah atau batuan, ataupun percampuran keduanya, menuruni atau keluar lereng akibat dari terganggunya kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng tersebut. Tanah longsor terjadi karena ada gangguan kestabilan pada tanah/batuan penyusun lereng. Penyebab longsoran dapat dibedakan menjadi penyebab yang berupa :

·       Faktor pengontrol gangguan kestabilan lereng.

·       Proses pemicu longsoran.

Gangguan kestabilan lereng ini dikontrol oleh kondisi morfologi (terutama kemiringan lereng), kondisi batuan ataupun tanah penyusun lereng dan kondisi hidrologi atau tata air pada lereng. Meskipun suatu lereng rentan atau berpotensi untuk longsor, karena kondisi kemiringan lereng, batuan/tanah dan tata airnya, namun lereng tersebut belum akan longsor atau terganggu kestabilannya tanpa dipicu oleh proses pemicu. Proses pemicu longsoran dapat berupa :

Peningkatan kandungan air dalam lereng, sehingga terjadi akumulasi air yang merenggangkan ikatan antar butir tanah dan akhirnya mendorong butir-butir tanah untuk longsor. Peningkatan kandungan air ini sering disebabkan oleh meresapnya air hujan, air kolam/selokan yang bocor atau air sawah kedalam lereng.

Getaran pada lereng akibat gempa bumi ataupun ledakan, penggalian, getaran alat/kendaraan. Gempa bumi pada tanah pasir dengan kandungan air sering mengakibatkan liquefaction (tanah kehilangan kekuatan geser dan daya dukung, yang diiringi dengan penggenangan tanah oleh air dari bawah tanah).

Peningkatan beban yang melampaui daya dukung tanah atau kuat geser tanah. Beban yang berlebihan ini dapat berupa beban bangunan ataupun pohon-pohon yang terlalu rimbun dan rapat yang ditanam pada lereng lebih curam dari 40 derajat. Pemotongan kaki lereng secara sembarangan yang mengakibatkan lereng kehilangan gaya penyangga.

B.     Longsor Lahan




Perhatikan gambar diatas. Ada fakta yang menggelitik saya ketika membelah perbukitan di sana. Ada proyek luar biasa untuk mengamankan bukit-bukit di sana dari bencana keguguran alias longsor lahan. Bukit-bukit di sana dibuatkan “ikat kaki”.Ikat kaki adalah istilah yang saya pilih. Mari kita lihat foto yang saya peroleh di lapangan. Jika kita mengandaikan bukit sebagai sosok pribadi bak manusia maka tentunya posisi sabuk di sana tidak layak disebut ikat pinggang. Sabuk tersebut lebih cocok disebut ikat kaki sebab memang fungsinya mengikat kaki. Lalu apa yang menarik untuk ditelisik? Jawabannya adalah ide pembuatan ikat kaki tersebut.
Beberapa tahun terakhir kita mendapatkan edukasi tentang longsor lahan melalui banyak media. Longsor-longsor lahan yang terjadi di Indonesia menggerakkan stake holder yang berkepentingan di dunia itu untuk menyampaikan sesuatu demi keamanan bersama. Dan sasaran yang dituju tentunya masyarakat. Sehingga saya menjadi percaya diri mengajak pembaca untuk mengulas bahasan kali ini tanpa intro mendalam .

Ada faktor penting pemicu terjadinya longsor lahan yang sepertinya terabaikan pada peneluran proyek mitigasi bencana tersebut. Pemicu longsor lahan tidak hanya berupa penggundulan hutan di daerah hinterland. Bahkan, jika kita cermat pun maka boleh jadi kita akan terbelalak. Sebab, hutan yang rapat sekalipun tak menjamin area tersebut bebas longsor lahan. Entitas hutan memiliki massa yang sebenarnya pada titik klimaks tertentu justru menjadi beban bagi lahan yag menopangnya. Lalu faktor apa yang saya maksud tersebut? Faktor tersebut adalah bidang gelincir!
Tidaklah benar anggapan bahwa lapisan tanah ataupun batuan yang menyusun permukaan bumi ini berada pada posisi rata muka air serta paralel bertumpuk. Kekurangpemahaman tersebut juka saya gambarkan akan tampak seperti berikut.


Kita perlu mengingat kembali bahwa ada 2 tenaga yang bekerja pada permukaan bumi. Tenaga-tenaga tersebutlah yang membentuk konfigurasi permukaan bumi. Hasilnya tentu adalah bentukan perbukitan, lembah, dan sebagainya. Tenaga tersebut secara umum dirinci sebagai tenaga endogen dan eksogen. Sehingga kita harus selalu menyadari bahwa lapisan-lapisan tanah dan batuan tersebut sangat beragam. Ragam tersebut menyangkut posisi, arah, kombinasi, dan kemiringannya.
Pemahaman tentang variasi konfigurasi lapisan permukaan bumi tersebut selayaknya membimbing kita untuk kritis terhadap suatu permasalahan lahan. Bidang gelincir adalah bidang yang membatasi 2 unsur lapisan yang berbeda karakter. Misal lapisan tanah berada di atas lapisan batuan volkan yang keras dan licin. Bidang gelincir menjadi penting untuk dicermati sebab kondisi sepeti itu (perbedaan karakter) berimbas pada ketidakkompakan unsur-unsur tersebut. Jika kekompakan tidak terjamin maka keterceraiberaian hanya menunggu waktu saja. Pada contoh tanah dan batuan volkan, resiko longsor lahan meningkat ketika terjadi hujan lebat sehingga air meresap ke dalam tanah hingga berkontak dengan batuan volkan yang sifat dasarnya keras serta licin tersebut. Pada waktu yang terakumulasi, air-air yang meresap akan mengumpul di atas batuan sehingga membuat tanah yang berkontak menjadi mirip lempung yang licin. Ketika gaya berat atas massa tanah sudah tidak lagi dapat ditahan oleh gaya gesek antara tanah dan batuan maka otomatis lapisan tanah tersebut akan menggelincir. Terjadilah longsor lahan.

Ikat kaki yang dibangun di kabupaten tersebut sudahkah melampaui pertimbangan ini? Sebab tinggi alias lebar ikat kakinya sangat tidak spesifik jika harus ditugaskan untuk mengamankan bidang gelincir tadi. Pertama kali saya melihat ikat kaki tersebut saya langsung berkeyakinan bahwa usaha tersebut tidak akan memberikan kontribusi memuaskan perihal antisipasi bencana. Keyakinan saya tersebut langsung terbukti pada saat itu juga. Di titik lain terjadi longsor lahan hingga ikat kaki tersebut terkubur dan di titik lainnya dikembangkan model ikat kaki yang lebih mirip ikat pinggang. Mungkin ikat pinggang yang berujud tebing tumpukan batu tersebut dikembangkan setelah ikat kaki tak mampu menjaga kestabilan titik tersebut. Jikapun ada suatu rencana panjang untuk meninggikan ikat kaki menjadi ikat pinggang hingga ikat kepala maka perlu dipikir-pikir ulang akan dibuat apa sebenarnya daerah tersebut       

C.     PENYEBAB LONGSOR LAHAN

Gejala Umum Terjadinya Bencana Alam Tanah Longsor
• Munculnya retakan-retakan di lereng yang sejajar dengan arah tebing.
• Biasanya terjadi setelah hujan.
• Munculnya mata air baru secara tiba-tiba.
• Tebing rapuh dan kerikil mulai berjatuhan

Pada prinsipnya tanah longsor terjadi bila gaya pendorong pada lereng lebih besar dari gaya penahan. Gaya penahan umumnya dipengaruhi oleh kekuatan batuan dan kepadatan tanah. Sedangkan gaya pendorong dipengaruhi oleh besarnya sudut kemiringan lereng, air, beban serta berat jenis tanah batuan

Faktor penyebab terjadinya gerakan pada lereng juga tergantung pada kondisi batuan dan tanah penyusun lereng, struktur geologi, curah hujan, vegetasi penutup dan penggunaan lahan pada lereng tersebut, namun secara garis besar dapat dibedakan sebagai factor alami dan manusia:
1. Faktor alam
    Kondisi alam yang menjadi faktor utama terjadinya longsor antara lain:
    a. Kondisi geologi: batuan lapuk, kemiriringan lapisan, sisipan lapisan
         batu lempung, struktur sesar dan kekar, gempa bumi, stratigrafi dan gunung_api.
    b. Iklim: curah hujan yang tinggi.
    c. Keadaan topografi: lereng yang curam.
    d. Keadaan tata air: kondisi drainase yang tersumbat, akumulasi massa air,
         erosi dalam, pelarutan dan tekanan hidrostatika.
     e. Tutupan lahan yang mengurangi tahan geser, misal tanah kritis.
2. Faktor manusia
     Ulah manusia yang tidak bersabat dengan alam antara lain:
     a. Pemotongan tebing pada penambangan batu dilereng yang terjal.
     b. Penimbunan tanah urugan di daerah lereng.
     c. Kegagalan struktur dinding penahan tanah.
     d. Penggundulan hutan.
     e. Budidaya kolam ikan diatas lereng.
     f. Sistem pertanian yang tidak memperhatikan irigasi yang aman.
     g. Pengembangan wilayah yang tidak diimbangi dengan kesadaran masyarakath. Sistem

 



 

Di Indonesia, kejadian banjir dan tanah longsor cenderung menunjukkan gejala yang semakin meningkat, semakin meluas, dan semakin mengganas dari tahun ke tahun. Hal ini disebabkan hingga saat ini belum ada upaya pencegahan dan penanggulangan banjir dan tanah longsor secara tuntas berdasarkan akar permasalahannya. Upaya-upaya yang saat ini dilakukan masih bersifat insidensial, umum, temporer, dan lebih berdasarkan kepentingan-kepentingan tertentu (Latief M. Rachman & Herdi Sahrasad).

Berulangnya bencana banjir dan tanah longsor sebenarnya merupakan suatu bukti bahwa manusia telah melakukan kekeliruan besar dalam mengelola sumber daya alam. Pun membuktikan bahwa sehebat apa pun teknologi yang digunakan manusia untuk mengatasinya, bencana banjir dan tanah longsor masih dan akan terus terjadi.

Di wilayah perkotaan, kesalahan pengelolaan sumber daya alam itu sangat kentara terjadi. Pembangunan dilakukan jor-joran dan tidak berspektif ekologis. Pendirian bangunan di kawasan resapan air mengakibatkan air langsung mengalir tanpa tertampung oleh tanah. Menipisnya kawasan hijau akibat pesatnya pembangunan gedung-gedung tinggi sangat berakibat buruk ketika musim penghujan tiba. Lihatlah Jakarta sebagai ibukota negara kita setiap tahun sudah langganan banjir.

Eksploitasi besar-besaran air tanah juga merupakan salah satu kesalahan fatal masyarakat perkotaan dalam hal pengelolaan sumber daya alam. Eksploitasi besar-besaran air tanah tersebut tidak hanya menjadi penyebab terjadinya kelangkaan air bersih, tetapi juga mengakibatkan penurunan permukaan tanah (land subsidence) terhadap permukaan air laut. Jakarta dan Semarang merupakan contoh perkotaan yang posisinya semakin rendah daripada permukaan laut, sehingga kedua kota ini senantiasa dihadapkan pada ancaman bencana banjir (selain banjir rob) pada musim penghujan dan kelangkaan air bersih pada musim kemarau.

Di kota-kota besar lainnya di Indonesia pun banyak yang mengalami hal seperti ini. Pembangunan yang menistakan lingkungan sekitar marak terjadi dan sekan menjadi ‘tuntutan’ wajib bagi identitas sebuah kota. Akibatnya, permukiman kumuh bermunculan dan lahan sungai semakin sempit. Akibat bantaran sungai yang telah beralih fungsi menjadi permukiman kumuh itu, tak ayal ketika musim penghujan tiba sungai sudah tidak mampu lagi menahan debit air yang besar.

Sungai Ciliwung dan Bengawan Solo adalah contoh buruknya pengelolaan bantaran sungai yang telah beralih fungsi tersebut sehingga setiap tahun kedua sungai ini akan meluap dan membanjiri kawasan pemukiman kumuh di kedua sisi sungai. Kesalah kelolaan tersebut juga mengakibatkan rusaknya kondisi aliran sungai, yang meliputi wilayah yang paling hulu sampai ke hilirnya.

Kasus tanah longsor agak berbeda dengan banjir. Tanah longsor terjadi akibat sejumlah massa tanah di atas bidang luncur bergerak ke bawah karena gaya berat atau gravitasi. Longsor dapat juga terjadi karena runtuhnya sejumlah massa tanah dari ketinggian tempat tertentu secara tiba-tiba. Penyebab tanah longsor adalah tidak adanya penahan terhadap massa tanah yang jatuh dari dorongan gaya gravitasi tersebut.

Menurut Munir (2006: 294) tanah longsor akan terjadi disuatu tempat apabila tiga hal berikut ini telah terpenuhi, yaitu:

1)      Adanya lereng yang cukup curam yang memungkinkan suatu volume besar tanah meluncur atau bergerak.

2)      Adanya lapisan di bawah tanah permukaan yang kedap air dan lunak yang akan berfungsi sebagai bidang luncur.

3)      Terdapat cukup air dalam tanah sehingga lapisan tanah yang berada tepat di atas lapisan kedap air itu akan jenuh.

 

Dikutip dari International Journal of Geology

There are three main factors that control the type and rate of mass wasting that might occur at the Earth’s surface: 1) Slope gradient: The steeper the slope of the land, the more likely that mass wasting will occur, 2) Slope consolidation: sediments and fractured or poorly cemented rock and sediments are weak and more prone to mass wasting, 3) Water: if slope materials are saturated with water, they may lose cohesion and flow easly (Rotaru, A., et al, 2007).

 

Pada prinsipnya longsor lahan terjadi bila gaya dorong pada lereng lebih besar daripada gaya penahan. Gaya penahan umumnya dipengaruhi oleh kekuatan batuan dan kepadatan tanah. Sedangkan gaya pendorong dipengaruhi oleh besarnya sudut lereng, air, beban serta berat jenis tanah batuan

Longsor atau sering disebut gerakan tanah adalah suatu peristiwa geologi yang terjadi karena pergerakan masa batuan atau tanah dengan berbagai tipe dan jenis seperti jatuhnya bebatuan atau gumpalan besar tanah. Secara umum kejadian longsor disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor pendorong dan faktor pemicu. Faktor pendorong adalah faktor-faktor yang memengaruhi kondisi material sendiri, sedangkan faktor pemicu adalah faktor yang menyebabkan bergeraknya material tersebut. Meskipun penyebab utama kejadian ini adalah gravitasi yang memengaruhi suatu lereng yang curam, namun ada pula faktor-faktor lainnya yang turut berpengaruh:

·       erosi yang disebabkan aliran air permukaan atau air hujan, sungai-sungai atau gelombang laut yang menggerus kaki lereng-lereng bertambah curam

·       lereng dari bebatuan dan tanah diperlemah melalui saturasi yang diakibatkan hujan lebat

·       gempa bumi menyebabkan getaran, tekanan pada partikel-partikel mineral dan bidang lemah pada massa batuan dan tanah yang mengakibatkan longsornya lereng-lereng tersebut

·       gunung berapi menciptakan simpanan debu yang lengang, hujan lebat dan aliran debu-debu

·       getaran dari mesin, lalu lintas, penggunaan bahan-bahan peledak, dan bahkan petir

·       berat yang terlalu berlebihan, misalnya dari berkumpulnya hujan atau salju

D.     Pencegahan Bencana Alam

Secara ilmiah dan kasat mata dapat dinyatakan bahwa bahwa bencana banjir dan tanah longsor terjadi karena ulah manusia. Salah satu penyebab banjir dan tanah longsor  adalah akibat ulah sebagian masyarakat yang secara ‘sadar’ sering membuang sampah sembarangan. Di daerah pedalaman, banyak masyarakat yang menggunduli hutan untuk ditanami tanaman palawija. Hal ini bisa jadi merupakan buah dari kemiskinan masyarakat sekitar hutan dan ketidaktahuan mereka akan bahaya banjir dan tanah longsor yang potensial terjadi. Banjir bandang dan tanah longsor sewaktu-waktu bisa saja terjadi karena akar serabut tanaman palawija tidak mungkin dapat menahan air yang menggemburkan tanah waktu hujan deras.

Ada dua kategori becana alam, yakni alami dan ulah manusia. Yang alami seperti gempa bumi, gunung meletus, angin puting beliung dan bajir. Sedangkan yang karena ulah manusia di antaranya pulusi air, tanah dan udara. Namun faktor pemicu terjadinya kedua kategori bencana alam ini menjadi sulit dibedakan. Sebab, pada akhirnya kontribusi ulah manusia yang eksploitatif terhadap alam dan lingkunganlah yang menjadi penyebab utama bencana banjir, tanah longsor dan pemanasan global.

Beberapa kesalahan pengelolaan di wilayah hulu yang menyebabkan banjir dan longsor dikarenakan rendahnya kapasitas permukaan tanah menyerap air hujan. Semua ini merupakan kontribusi dari:
1. Penggundulan, penebangan pohon, atau pembalakan liar di wilayah hutan;
2. Kesalahan pengelolaan pertanian lahan kering.
3. Tidak ditanaminya daerah kawasan selebar sedikitnya 100 meter kanan-kiri sepanjang sungai (besar) dengan pohon-pohonan sebagai kawasan hijau.
4. Di daerah perbatasan antara wilayah hulu dan hilir, konversi lahan pertanian menjadi kawasan pemukiman, perdagangan, industri, infrastruktur jalan, fasilitas umum, dan lain sebagainya yang menyebabkan kapasitas resapan area menjadi jauh berkurang.

Pencegahan dan penanggulangan banjir dan longsor tanah untuk wilayah hulu (atas) karena air luapan sungai utama adalah:

(1) memperbaiki kondisi daerah aliran sungai di wilayah hulunya sebagai daerah resapan air yang efektif agar tidak menghasilkan debit air sungai yang sangat besar ketika periode musim hujan tiba;

 (2) memperbaiki kondisi hutan yang ada di wilayah hulu;

 (3) memperbaiki sistem pertanian lahan kering yang ada di wilayah hulunya;

(4) menjaga dan memelihara kawasan kanan-kiri sungai selebar 100 meter dan tanggul sungai sepanjang sungai utama sebagai kawasan hijau pohon-pohonan

Untuk mengendalikan banjir  dan longsor tanah yang terjadi tipe wilayah hulu agar cepat teratasi jika datang air luapan dari sungai yang melaluinya, perlu:

 (1) memperkuat tanggul-tanggul sungai agar tidak mudah jebol;

 (2) Membuat sistem distribusi pengairan air untuk mengalirkan air banjir tersebut ke daerah lain tanpa menimbulkan perluasan area banjir;

 (3) meningkatkan kapasitas resapan air di wilayah daerah banjir.
Sedangkan kesalahan pengelolaan wilayah hilir yang menyebabkan banjir dan longsor tanah di wilayah hilir (mendekati pantai) adalah;

(1) tidak ditanaminya kawasan selebar sedikitnya 100 meter kanan-kiri sepanjang sungai;

 (2) penyempitan area aliran sungai, daerah kawasan kanan-kiri sungai, dan bahkan bagian dari tanggul sungai dan bantaran sungai yang digunakan sebagai permukiman penduduk;

 (3) sistem pengaturan tata air (perkotaan) lambat mengalirkan air yang berasal dari hulu menuju ke laut;

(4) sistem drainase bagian hilir (perkotaan) yang tidak efektif dan lambat mengalirkan air ke laut, seperti saluran terlalu sempit dan sumbatan sampah;

 (5) kurangnya luasan daerah-daerah resapan air di wilayah perkotaan.

Beberapa prinsip atau upaya utama pencegahan banjir untuk tipe wilayah hilir adalah:

 (1) membangun sistem pengairan yang mampu mengalirkan air hujan yang berkumpul di seluruh wilayah tersebut ke laut secara cepat dan efektif;

 (2) membangun sistem pengairan yang mampu mengalirkan air sungai yang berasal dari wilayah hulu menuju ke laut;

 (3) meningkatkan kapasitas resapan air di seluruh wilayah hilir;

 (4) mengendalikan atau mengurangi volume air sungai yang berasal dari wilayah hulunya dengan cara memperbaiki kondisi daerah aliran sungai wilayah hulunya atau sebagai daerah resapan air yang efektif agar tidak menghasilkan debit sungai yang besar ketika periode musim hujan tiba;

 (5) menjaga dan memelihara kawasan kanan-kiri sungai selebar sedikitnya 100 meter dan tanggul sungai sepanjang sungai utama sebagai kawasan hijau pohon-pohonan.

Sedangkan untuk mengendalikan banjir dan longsor tanah yang terjadi tipe wilayah hilir atau daerah pantai ketika terjadi banjir adalah membangun tanggul-tanggul penahan ombak untuk penahan air pasang atau banjir rob, dan membangun sistem pemompaan air untuk memompa air laut ke laut secara efektif

Pencegahan Terjadinya Bencana Alam Tanah Longsor
        - Jangan mencetak sawah dan membuat kolam pada lereng bagian atas di
            dekat pemukiman.
        - Buatlah terasering (sengkedan) pada lereng yang terjal bila membangun
           permukiman .
        - Segera menutup retakan tanah dan dipadatkan agar air tidak masuk ke
          dalam tanah melalui retakan
       - Jangan memotong tebing jalan menjadi tegak
       - Jangan mendirikan rumah di tepi sungai yang rawan erosi
       - Jangan menebang pohon di lereng (gb. kiri)
       - Jangan membangun rumah di bawah tebing

Hal – Hal Yang di Lakukan Selama dan sesudah Terjadi Bencana
1. Tanggap Darurat
          Yang harus dilakukan dalam tahap tanggap darurat adalah penyelamatan dan pertolongan  korban secepatnya supaya korban tidak bertambah. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan,
2. Rehabilitasi
           Upaya pemulihan korban dan prasarananya, meliputi kondisi sosial, ekonomi, dan sarana transportasi. Selain itu dikaji juga perkembangan tanah longsor dan teknik pengendaliannya supaya tanah longsor tidak berkembang dan penentuan relokasi korban tanah longsor bila tanah longsor sulit dikendalikan.
3. Rekonstruksi
            Penguatan bangunan-bangunan infrastruktur di daerah rawan longsor tidak menjadi pertimbangan utama untuk mitigasi kerusakan yang disebabkan oleh tanah longsor, karena kerentanan untuk bangunan-bangunan yang dibangun pada jalur tanah longsor hampir 100%.


....file lama zaman kuliah....

No comments:

Post a Comment

Tulis komentar Anda disini

ANDA PENGUNJUNG KE :

CARI ARTIKEL LAIN DI BLOG INI DENGAN MEMASUKKAN KATA PADA KOLOM SEARCH DIBAWAH