Siapa yang tidak mengenal Bima? Persona yang satu ini
sangat terkenal dalam dunia pewayangan sebagai salah satu keluarga Pandawa.
Sifanya kasar dan keras, namun teguh dalam pendirian serta tidak mudah
mencurigai orang lain. Namun, adakah yang mengenal daerah Bima yang terletak di
ujung timur Pulau Sumbawa?
Mari saya perkenalkan tentang daerah saya yang bernama
Bima yang sampai saat ini masih dipertanyakan, kata “Bima” sendiri berasal dari
mana? Karena nama asli daerah saya adalah “Mbojo”, yang berasal dari kata
“babuju” atau tidak rata, sebagai gambaran daerah Bima yang dipenuhi gunung dan
bukit. Bila merunut legenda dan dipercayai hingga kini, “Bima” berasal dari
nama raja pertama, Sang Bima. Ada juga yang mengatakan bahwa Bima berasal kata
dari “bismillaahirrohmaanirrohiim”, merunut budaya Bima yang sejak manjadi
Kesultanan Bima sungguh sangat Islami.
Bima adalah salah satu suku yang berada dibagian timur
provinsi NTB. Daerah kecil ini memilki sumber budaya alam yang cukup beraneka
ragam, mulai dari penghasilan padi, bawang merah, kacang tanah, jagung, kedelai serta sayur-mayur lainnya dan
yang tak kalah penting adalah penghasilan bawang merah yang selalu menjadi
komoditi bisnis terbesar di tanah bima tersebut. Corak kebudayaan bercocok
tanam inipun sudah di mulai oleh masyarakat bima sejak dulu.
Berbicara tentang semboyan hidup, tanah Bima pastilah memilkinya. Semboyan hidup tersebut pun menjadi ciri khas masyarakat setempat ketika melakukan interaksi dan komunikasi antar sesama serta menjadi ciri khas kedaerahan bagi mereka.
Dou Mbojo (Orang Bima)
Salah satu keunikan yang mungkin tidak ada di
Indonesia, Bima sendiri merupakan bahasa Indonesia dari Mbojo (ini secara
sederhana saja). Bila kita menggunakan bahasa Indonesia, kalimat “orang Bima”
adalah yang paling tepat, bukan “orang Mbojo”. Begitu pun sebaliknya, bukan
“dou Bima”, melainkan “dou Mbojo”. Intinya, saat kita menggunakan bahasa
Indonesia, untuk merujuk “Bima”, kita harus tetap menggunakan kata “Bima”.
Namun bila kita menggunakan bahasa daerah Bima, untuk merujuk”Bima”, kata yang
tepat adalah “Mbojo”.
Maja Labo
Dahu (Malu dan Takut)
Bima memiliki semboyan
yang dikenal dengan sebutan “Maja Labo
Dahu”. Setiap
aturan yang berdasarkan budaya ataupun hasil karya manusia adalah tidak akan
pernah lepas dari aturan tuhan, mulai dari undang-undang Negara sampai pada
tataran kebudayaan seperti yang dimilki oleh Bima itu sendiri. Kata Maja
berarti Takut, Labo berarti dan serta Dahu berarti Takut. Jika kita meninjau
kata di atas secara semantik atau maknawi, Maja (malu) bermaknakan bahwa orang
ataupun masyarakat Bima akan malu ketika melakukan sesuatu diluar daripada
koridor tuhan, apakah itu kejahatan, perbuatan dosa dan lain sebagainya baik
yang berhubungan dengan manusia ataupun terhadap tuhannya. Dahu (takut), hampir memilki
proses interpretasi yang sama dengan kata Malu tersebut. Sama-sama takut ketika
melakukan sesuatu kejahatan ataupun keburukan. Sebagai tambahan bahwa, orang
Bima akan malu dan takut pulang ke kampung halaman mereka ketika mereka belum berhasil
di tanah rantauan.
Kalau
kita telusuri berdasarkan sejarahnya, falsafah hidup ini sudah di dengungkan
sejak Zaman kerajaan dulu. Sehingga pada masyarakat Bima, sudah mengenakan
jilbab bagi kaum wanita dan mereka sangat menjaga harga diri mereka bahkan
mereka sangat takut memperlihatkan bagian tubuh ataupun wajah mereka terhadap
laki-laki.
Dulu, jilbab adalah sarung yang digunakan untuk menutup aurat mereka. Itu dikenakan dikarenakan mereka memahami betul-betul arti ataupun simbolisasi dari budaya Maja labo Dahu tersebut. Kita mengenalnya sebagai “Budaya Rimpu” atau proses penutupan aurat pada wanita. Oleh karenanya, pada zamannya budaya rimpu merupakan implementasi real dari budaya Maja labo Dahu tersebut.
Berbagai Sumber
Penyusun: M. AL. FURQAN
No comments:
Post a Comment
Tulis komentar Anda disini