TRANSLATE ARTIKEL INI KE DALAM BAHASA LAIN DENGAN MENGKLIK PILIH BAHASA DIBAWAH

Sunday, 26 September 2021

Masuk dan berkembangnya Islam di Bima

 

Agama Islam diperkirakan mulai masuk ke Kerajaan Bima mulai abad ke-16, di bawa oleh para mubalig dan pedagang dari Demak.

Penyebaran Islam di Bima semakin meluas pada abad ke-17, saat Kesultanan Gowa-Tallo menaklukkan wilayah-wilayah di Nusa Tenggara.

Kerajaan Bima kemudian berubah menjadi kesultanan saat Putra Mahkota La Kai yang bergelar Ruma Ta Ma Bata Wadu masuk Islam.

Setelah masuk Islam, raja ke-27 Kerajaan Bima ini berubah nama menjadi Abdul Kahir.

Sejak saat itu, Islam menjadi agama resmi dari para bangsawan dan masyarakat Bima.

Hubungan kekerabatan antara Bima dan Gowa-Tallo juga semakin kuat setelah Sultan Abdul Kahir menikahi adik ipar sultan Gowa-Tallo.

Silsilah Kerajaan Bima dari Awal Hingga Masa Keruntuhan

written by Ratna Utami

Menuliskan Kerajaan Bima sungguh kompleks dalam memisahkan antara legenda maupun kisah nyata. Semua tercampur dan  terbungkus cantik dalam cerita turun temurun dari nenek moyang dan serpihan bukti eksistensi disana-sini. Sejarah Kerajaan Bima sulit diketahui karena bukti tertulis yang menceritakan Kerajaan Bima sangat terbatas sebelum masuknya Islam. Tradisi tulis mulai berkembang setelah Kerajaan Bima memeluk agama Islam dan berubah menjadi kesultanan sehingga sejarah Kesultanan Bima dapat diketahui dari berbagai peninggalan masa lalu.

Terletak di ujung timur pulau Sumbawa, Kerajaan Bima yang disebut-sebut sebagai kerajaan tertua di Sumbawa ini memiliki teluk yang dipergunakan sebagai titik jalur persinggahan juga pelayaran para pelaut dan perdagangan. Maka tak heran bila terjadi banyak percampuran budaya serta agama dari para pedagang yang singgah.

Awal Mula Kerajaan Bima

Asal-usul kerajaan bima masih dipenuhi dengan berbagai spekulasi karena belum adanya tradisi menulis ketika awal berdirinya. Sejarah kerajaan bima telah tertulis sejak abad ke 14 pada catatan sejarah Kerajaan Majapahit, di Negarakertagama yang masyhur. Selain itu juga terdapat bukti arkeologi situs Wada Pa`a dan situs Wadu Tunti yang dapat di susuri jejaknya hingga ke Abad 14. Kedua hal ini menjadi bukti kuat eksistensi peradaban Kerajaan Bima di timur Nusantara sejak dahulu.

Pada Negarakertagama, tercatat di 1365 M kerajaan bima telah memiliki pelabuhan besar Saat Raja Mitra Indrati, raja Bima yang ke-7 berkuasa di tahun 1350-1370. Kejayaan Kerajaan Bima terjadi saat Raja Mitra Indratarati menjalin hubungan dengan kerajaan-kerajaan di pulau Jawa dan menikah dengan wanita dari kerajaan di Jawa, hingga akhirnya beliau wafat di tanah Jawa.

Ada beberapa bukti yang menunjukkan bahwa Kerajaan Bima merupakan kerajaan lokal bentukan Majapahit, yang di zamannya disebut-sebut merupakan sebuah negara adidaya Nusantara. Hal ini sesuai dengan sumpah yang diikrarkannya di hadapan Ratu Tribhuwana Tunggadewi saat ia diangkat menjadi mahapatih pada tahun 1334 yang hingga kini dikenal sebagai sumpah palapa. Namun teori ini bertentangan dengan perkiraan berdirinya Kerajaan Bima pada tahun 1200 sedangkan Kerajaan Majapahit berdiri pada tahun 1293 masehi.

  • Menyatunya kerajaan dibawah Bima seorang tokoh dari kayangan

Konon, sejarah kesultanan Bima bermula dari 5 kelompok kecil yang masing-masingnya dipimpin oleh pemimpin yang disebut Ncuhi. Ncuhi ini masing-masing memegang kekuasaan atas 5 wilayah.

1.    Ncuhi Dara, memiliki kewenangan kekuasaan wilayah Bima Tengah

2.    Ncuhi Parewa, memiliki kewenangan kekuasaan wilayah Bima Selatan

3.    Ncuhi Padolo, memiliki kewenangan kekuasaan wilayah Bima Barat

4.    Ncuhi Banggapupa, memiliki kewenangan kekuasaan wilayah Bima Utara

5.    Ncuhi Dorowani, memiliki kewenangan kekuasaan wilayah Bima Timur.

Ncuhi Dara berlaku sebagai pemimpin dari kelima Ncuhi ini. Menurut legenda,  kerajaan bima bermula dari putra keempat dari Maharaja Pandu Dewata yang namanya terkenal dipulau jawa memiliki 5 orang putra yaitu (1) Darmawangsa (2) Sang Bima (3) Sang Arjuna (4) Sang Kula (5) Sang Dewa. Sang putra keempat berlayar ke arah timur dan mendarat di pulau kecil yang bernama Satonda, tepatnya disebelah utara Kecamatan Sanggar. Kedatangan sang Bima inilah yang mempersatukan kelima Ncuhi dalam satu kerajaan yakni Kerajaan Bima, Ia menjadi raja pertama yang memangku gelar Sangaji.

Gambaran tentang Sang Bima selama ini berasal dari Jawa dan sangat ambigu karena tidak ada catatan yang jelas mengenai dirinya berasal dari Jawa, dalam Hikayat Sang Bima diceritakan bahwa Sang Bima datang dari kayangan. Hikayat Sang Bima di karang oleh Wisamarta, seorang dalang dari Jawa saat era kepemimpinan Sultan Hasanuddin (1695-1731). Sehingga pada teori ini Sang Bima adalah tokoh kayangan yang datang dan sendirian menyatukan para pemimpin untuk menjadi suatu kerajaan.

  • Menyatunya kerajaan dibawah Bima seorang tokoh dari Pulau Jawa

Teori lain mengatakan kerajaan Bima mendapat pengaruh Islam melalui pedagang-pedagang dari Gujarat yang mencari rempah-rempah. Mulanya Bima hanya memiliki pemimpin-pemimpin yang mengatur wilayah kecil (sebagaimana Ncuhi) kemudian hadir seorang pemersatu yang bernama Bima dari Pulau Jawa.

  • Menyatunya kerajaan dibawah Bima Kerajaan Gowa-Tallo

Kemungkinan selanjutnya adalah masuknya Islam ke Bima melalui ekspedisi Kerajaan Gowa-Tallo di Sulawesi untuk menakhlukkan kerajaan-kerajaan di pesisir timur Lombok dan Bima. Hal itu dilakukan Kerajaan Gowa-Tallo untuk mencegah Belanda yang akan merebut jalur timur setelah berhasil menguasai jalur barat Nusantara. Namun intinya dari ketiga teori tersebut dikataan ada kehadiran dari sang Bima pada abad 11 M yang ikut membantu para ncuhi dalam memajukan Dana Mbojo. Kemudian sejak saat itulah para ncuhi mulai mengenal bentuk pemerintahan kerajaan.

Sultan-sultan Pada Silsilah Kerajaan Bima

1. Sultan Abdul Kahir I (1601-1640M)

Bergelar Rumata Ma Bata Wadu, beliau memiliki dua orang saudara laki-laki bernama Mandudu Wenggu dan Mantau Dana Rabadompu. Beliau memeluk Islam pada usia 20 tahun dan hijrah ke Makassar selama 19 tahun. Tinggal di lingkungan Istana Makassar, Sultan Abdul Kahir menikahi adik permaisuri Sultan Alaudding Makassar dan memeroleh 4 putra. Beliau merintis kesultanan Bima dan dinobatkan pada tahun 1640 masehi sebelum akhirnya mangkat setelah wafat pada 22 Desember 1640. Sumpah beliau yang terkenal dengan sebutan “Sumpah Parapi” berisi pernyataan untuk menjunjung tinggi Agama Islam, siap berkorban jiwa dan raga demi Agama, Rakyat dan Negeri. Tekad beliau adalah membentuk pemerintahan berdasarkan syariat Islam dan bersendi Kitabullah.

2. Sultan Abdul Khair Sirajuddin (1640-1682)

Silsilah Kerajaan Bima selanjutnya Bergelar Mantau Uma Jati (1627-1682 M) adalah putra dari Sultan Abdul Kahir I dan Permaisuri Daeng Sikontu. Abdul Kahir menolak perjanjian Bongaya hingga beliau menjadi target pengangkapan VOC. Beliau menyempurnakan struktur pemerintahan dengan mendirikan lembaga Sara Hukum yang beranggotakan Ulama dan tokoh agama, dengan demikian roda pemerintahan mulai dijalankan dengan hukum Islam.

3. Sultan Nuruddin (1682-1687)

Adalah putra dari Sultan Khair Sirajuddin (1651-1687) dengan permaisuri Bonto Je’ne. Beliau menciptakan payung kebesaran kesultanan Bima yang dikenal dengan Paju Monca, membentu perang Trunojoyo dan mendirikan perkampungan tambora serta masjid di Jakarta Barat.

4. Sultan Jamaluddin (1687-1696)

Bergelar Sangaji Bolo  (1673-1696) adalah putra sulung dari Sultan Nuruddin dan Daeng Tamemang. Beliau menolak kerja sama dengan Belanda hingga Belanda menjebaknya dengan menuduh mua membunuh bibi dari Permaisuri Sultan Dompu hingga beliau ditawan dan meninggal di Penjara Batavia.

5. Sultan Hasanuddin (1689-1731)

Putra pertama Sultan Jamaluddin dan Karaeng Tana-Tana. Selama pemerintahannya beliau mamu mempertahankan kemerdekaan rayat dan negerinya, beliau juga mengadakan pembaruan struktur dan organisasi pemerinth. Sultan Hasanudin juga berhasil memperluas syiar Islam melalui pendekatan seni budaya.

6. Sultan Alauddin Syah (1731-1742)

Bergelar Manuru Daha (1707-1742) beliau melanjutkan perjuangan ayahnnya dengan menjalin hubungan politik, ekonomi serta perdagangan dengan Makassar.

7. Sultan Abdul Qadim, Ma Waa Taho (1742-1773)

8. Sultanah Kumalasyah (Kumala Bumi Partiga). Beliau dibuang ke Srilangka oleh Inggris hingga mangkat (1773-1795).

9. Sultan Abdul Hamid, Mantau Asi Saninu (1795-1819)

10. Sultan Ismail, Ma waa Alu (1819-1854)

11. Sultan Abdullah, Ma waa Adil (1854-1868)

12. Sultan Abdul Azis, Ma Waa Sampela (1868-1881). Beliau wafat pada usia muda.

13. Sultan Ibrahim, Ma Taho Parange (1881-1915).

14. Sultan Muhammad Salahuddin (1915-1951), Ma Kakidi Agama. Mangkat di Jakarta, pemakaman Karet.

15. Sultan Abdul Kahir II, Sultan Bima XV (1945-2001). Masa ini adalah transisi ketika kesultanan bima menjadi wilayah NKRI.

Demikianlah sejarah Kerajaan Bima hingga berubah menjadi Kesultanan Bima serta beberapa teori awal mula berdirinya Kerajaan Bima dapat dikatakan cukup mulus tanpa banyak peperangan serta Silsilah Kerajaan Bima, sebagaimana silsilah kerajaan cirebon. Kecuali beberapa perlawanan terhadap penjajah seperti Belanda dan Inggris. Semoga hal ini dapat bermanfaat dan menambah ilmu Anda.

Source: sejarahlengkap.com

BIMA DALAM BEBERAPA ZAMAN

Mbojo yang lebih dikenal dengan Bima sekarang, memiliki sejarah yang sangat panjang dan penuh dengan misteri. Secara urutan Bima dapat terbagi dalam beberapa zaman atau masa.


1. Zaman Naka

Diantara beberapa ilmuan juga sejarawan lokal Mbojo tidak mengetahui secara detail kapan zaman naka ini berlangsung, hal ini masuk akal karena zaman naka sendiri merupakan zaman dimana masyarakat masih hidup berpindah-pindah, belum bercocok tanam, belum mengenal tulisan dan belum ada peradaban. Zaman ini lebih kita kenal dengan zaman Prasejarah.


2. Zaman Ncuhi

Zaman Ncuhi merupakan kelanjutan dari zaman naka dengan benyak perkembangan yaitu telah mengenal peradaban, bercocok tanam, tidak berpindah-pindah juga telah terbentuknya pemerintahan, akan tetapi pemerintahn pada zaman zcuhi tidaklah seperti pemerintahn sekarang..
Zaman Ncuhi merupakan awal masyarakat Mbojo meniti sejarah yang indah, hal ini terbukti dalam kebijaksanaan para pemimpin kelompok masyarakat yang selalu menjunjung tinggi nilai-nilai kebersamaan dan dan mendahulukan permusyawaratan. Tinta emas yang digoreskan oleh para ncuhi ini, menjadikan Suku Mbojo sebagai manusia yang dihargai oleh dunia karena kabaikan dan ketaatannya kepada agama ketika zaman keislaman/kesultanan.
Pada zaman ncuhi juga pemerintahan pertama Bima terbentuk yaitu ketika Sang Bima (salah satu putra dari Raja Jawa Timur) mengembara ke Dana Mbojo dan memprolamirkan Mbojo sebagai Bima (dari nama baliaulah Bima itu diambil). Pada zaman ncuhi, masyarakat suku mbojo terbangun atas kepercayaan budaya (Agama budaya) yaitu Makamba dan Makimbi/animise dan dinamisme. Keparcayaan ini terbangun secara alami dalam kehidupan masyarakatyang belum mengenal agama samawi. Begitu juga pemerintahan dibangun atas kepercayaan budaya atau adat masyarakat.


3. Zaman Kerajaan

Zaman kerajaan ini merupakan kelanjutan dari zaman Ncuhi yang sedikit lebih maju dari pemerintahan ncuhi itu sendiri yang bernaung dibawah kepemimpinan seorang Raja. Raja pertama Mbojo itu sendiri adalah seorang keluarga Raja Jawa Timur yaitu Sang Bima yang konon telah ada hubungan sebelumnya antara Raja Jawa dengan pemimpin-pemimpin masyarakat Mbojo sebelumnya.
Pada zaman Sang Bima ini, sedikit tidaknya pengaruh Hindu menyentuh masyarakat Mbojo, hal ini terbukti dengan adanya peninggalan-peninggalan Hindu kuno seperti Wadu Pa’a dll.. namun kepercayaan hindu tidak terlalu berpengaruh dalam kehidupan agama atau kepercayaan masyarakat mbojo. Hal ini dikarenakan tidak klopnya antara kepercayaan yang dibawa oleh Sang Bima dengan Hindunya dengan masyarakat Mbojo dengan kepercayaan Makamba dan Makimbi-nya.


4. Zaman Kesultanan

Zaman kesultanan merupakan era baru dalam pemerintahan masyarakat Bima. Zaman kesultanan merupakan revolusi masyarakat Bima dalam segala segi kehidupannya. Revolusi yang dimaksud adalah perubahan pola kehidupan masyarakat Bima itu sendiri baik dari segi pemerintahan (dari pemerintahan Hindu ke Islam), budaya, hukum yang dipakai dalam masyarakat dan pemerintahan dan tata kehidupan masyarakat. Sebab disebut zaman kesultanan karena Islam telah masuk dan menjadi agama Negara bagi masyarakat Mbojo/Bima.

Islam itu sendiri masuk ke Dana Mbojo dengan beberapa jalur, diantaranya jalur perdagangan, politik dan lewat beberapa daerah diantaranya lewat Demak, Ternate, dan Makassar. (lebih lengkapnya baca di sejarah masuknya Islam di Dana Mbojo oleh Hanafi). 

Zaman kesultanan diproklamirkan pada tanggal 5 Juli 1640 M. oleh Sultan Bima I yaitu Sultan Abdul Kahir (La Ka’I) yang kemudian menjadi hari jadinya Bima yang dirayakan setiap tahunnya.

 

source: blogmbojobanget.blogspot.com

ANDA PENGUNJUNG KE :

CARI ARTIKEL LAIN DI BLOG INI DENGAN MEMASUKKAN KATA PADA KOLOM SEARCH DIBAWAH