TRANSLATE ARTIKEL INI KE DALAM BAHASA LAIN DENGAN MENGKLIK PILIH BAHASA DIBAWAH

Tuesday, 28 March 2023

QADLA, KAFFARAT DAN MEMBERI MAKANAN (Tanya Jawab Seputar Ramadhan)

 

Oleh

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin


 

Qadla Bagi Yang Tak Berpuasa Beberapa Tahun Ramadhan

 

Tanya :

Bagaimana seorang muslim yang tak menjalankan ibadah puasa beberapa bulan Ramadlan dari beberapa tahun padahal dirinya telah wajib, maka mestikah ia qadla jika taubat ..?

 

Jawab :

Yang benar, qadla tak wajib baginya bila ia telah bertaubat, sebab setiap ibadah yang sudah tentu waktunya bila sengaja ditangguhkan tanpa alasan yang dibenarkan syara', maka mengqadlanya tak akan diterima Allah. Oleh sebab itu, hendaklah ia bertaubat kepada-Nya dengan cara memperbanyak amal sholeh. Barang siapa bertaubat, niscaya Allah menerimanya.

 

 

Qadla Bagi Yang Tak Berpuasa Beberapa Hari Karena Tidak Tahu

 

Tanya :

Wajibkah qadla bagi yang tidak berpuasa beberapa hari Ramadlan tanpa alasan yang dibenarkan karena ia buta atas wajibnya berpuasa .? Juga bagaimana hukum berpuasa bukan karena ibadah, tetapi karena ikut-ikut orang berpuasa .?

 

Jawab :

Memang ia wajib qadla atas puasa yang ditinggalkannya, sebab ketidaktahuan-nya tidak bisa menggugurkan wajibnya berpuasa, yang gugur hanya dosanya. Ia tak berdosa karena tak berpuasa, tetapi tetap wajib qadla.

 

Mengenai pertanyaan kedua tentang orang berpuasa karena ikut-ikutan kepada mereka yang berpuasa, maka puasanyat tetap sah, sebab ia memegang niatnya, yakni berbuat seperti apa yang dilakukan kaum muslimin. Kaum muslimin berbuat seperti itu dalam rangka ibadah. Tetapi perlu dijelaskan kepadanya, bahwa puasa itu ibadah. Orang tidak makan, tidak minum dan meninggalkan syahwatnya mesti semata-mata untuk Allah, sebagaimana dikatakan dalam hadits qudsi bahwa yang berpuasa itu telah meninggalkan makan, minum dan syahwatnya karena Aku.

 

 

Wajibkah Qadla Bagi Yang Tak Pernah Berpuasa Padahal Telah Berusia 27 Tahun

 

Tanya :

Saya seorang pemuda berusia 27 tahun yang telah jauh tersesat. Sekarang telah benar-benar bertaubat kepada Allah, namun pada saat ini belum sempat berpuasa, apakah saya wajib mengqadlanya ..?

 

Jawab :

Seorang lelaki yang mengaku dirinya tersesat dan lalu diberi hidayah oleh Allah, maka kami mohon kepada-Nya, semoga ia diberi keteguhan agar selalu mampu menghadapi hawa nafsu dan syaitan. Hal itu merupakan ni'mat Allah. Tidak ada yang memahami kesesatan selain yang mengalaminya setelah ia mendapatkan hidayah.

 

Orang tak akan tahu batas keislaman kecuali bila mengetahui batas kekafiran. Kami sampaikan kepada lelaki seperti itu : "Semoga ananda mendapatkan anugrah Allah agar tetap dalam pendirian (istiqamah). Juga kita memohon kepada-Nya agar kita diberi keteguhan dalam menjalankan kebenaran dan ketaatan yang pernah kita tinggalkan ; puasa, shalat, zakat atau lainnya, namun tak perlu diqadla, sebab sudah tertambal taubat. Jika ananda telah bertaubat kepada Allah lalu beramal sholeh, maka cukuplah hal itu sebagai pengganti yang hilang. Hal ini merupakan hal yang perlu diketahui yakni kaidah : "Ibadah yang terikat oleh waktu dilakukan di luar waktunya, maka ibadah tersebut tidak sah, seperti shalat dan puasa".

 

Jika seseorang sengaja tak akan shalat hingga habis waktunya, lalu ia datang bertanya apakah ia wajib mengqadlanya, tentu kami akan jawab tidak bisa di qadla. Hal ini berlaku pula dalam puasa. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Barang siapa yang beramal tanpa ada perintah kami, maka tertolaklah amalnya".

 

Jika kamu menangguhkan ibadah yang sudah tentu waktunya, lalu setelah habis waktunya baru dilaksanakan, berarti kamu telah berbuat sesuatu yang tidak dicontohkan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, batal dan tak bermanfaat. Lain halnya dengan yang lupa, maka ia berhak mengqadlanya, berdasarkan hadits :

"Artinya : Barang siapa tidur hingga tak shalat atau lupa shalat, hendaklah shalat ketika sadar".

Dengan demikian menurut kami, orang yang beralasan meninggalkan shalat ia berhak atas waktunya bila alasannya telah tiada. Karena itu, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Hendaklah shalat ketika sadar kembali". Sedangkan orang yang meninggalkan ibadah dengan sengaja hingga waktunya habis, lalu dilaksanakan bukan pada waktunya, maka tidak akan diterima.

 

 

Menangguhkan Qadla Hingga Tiba Ramadlan Berikutnya

 

Tanya :

Bagaimana hukum menangguhkan qadla hingga tiba Ramadlan berikutnya ..?

 

Jawab :

Menurut para ulama, menangguhkan qadla Ramadlan hingga datang Ramadlan berikutnya tidak boleh. Aisyah berkata : "Aku punya kewajiban puasa Ramadlan hanya mampu dibayar pada bulan Sya'ban".  Hal ini menunjukkan bahwa setelah Ramadlan kedua tak ada keringanan lagi. Jika orang berbuat seperti itu, berdosalah ia dan wajib segera membayarnya setelah Ramadlan kedua. Tetapi dalam mengqadlanya ulama berselisih, apakah disamping itu ia wajib mengeluarkan makanan atau tidak .? Maka menurut pendapat yang mashur ia tak wajib mengeluarkannya berdasarkan firman Allah surat Al-Baqarah : 185

 

 

Qadla Bagi Yang Menangguhkannya Hingga Masuk Ramadlan Kedua

 

Tanya :

Seorang wanita tak berpuasa beberapa hari pada Ramadlan lalu dibayarkan pada akhir-akhir Sya'ban. Tinggal satu hari lagi yang mesti diqadlanya, ia kedatangan bulannya (haid) hingga memasuki Ramadlan kedua, maka apa yang mesti dilakukannya ..?

 

Jawab :

Jika wanita tersebut mengaku dirinya sakit hingga tak mampu qadla atas puasanya, hendaklah ia membayarnya ketika sudah mampu karena beralasan walau telah tiba Ramadlan kedua. Jika tak beralasan, berarti telah menghinakan hukum Allah. Ia tak boleh menangguhkan qadla hingga tiba Ramadlan berikutnya. Aisyah berkata : "Aku punya kewajiban yang baru sempat dibayar pada bulan Sya'ban".

 

Oleh karena itu, bagi yang menangguhkan qadla tanpa alasan yang dibenarkan, hendaklah menyadari bahwa dirinya berdosa dan wajib bertaubat dengan segera membayar puasa yang menjadi kewajibannya.

 

 

Puasa Enam Hari Syawal Padahal Punya Qadla Ramadlan.

 

Tanya :

Bagaimanakah kedudukan orang yang berpuasa enam hari di bulan Syawal padahal punya qadla Ramadlan .?

 

Jawab :

Dasar puasa enam hari Syawal adalah hadits berikut :

"Artinya : Barang siapa berpuasa Ramadlan lau mengikutinya dengan enam hari Syawwal, maka ia laksanakan puasa satu tahun".

Jika seseorang punya kewajiban qadla lalu berpuasa enam hari padahal ia punya kewajiban qadla enam hari, maka puasa Syawwalnya tak berpahala, kecuali jika telah mengqadla Ramadlannya.

 

 

Bersetubuh Di Siang Hari Ramadhan

 

Tanya :

Bagaimana hukum orang yang bersetubuh di siang hari Ramadhan ..?

 

Jawab :

Jika ia termasuk orang yang boleh berbuka, seperti tengah menempuh suatu perjalanan, maka tidak mengapa bersetubuh. Dan jika keduanya tidak termasuk yang boleh berbuka, maka bersetubuh haram, berdosa serta wajib qadla. Di samping wajib qadla, iapun wajib memerdekakan hamba sahaya ; jika tak mampu, wajib berpuasa dua bulan berturut-turut ; jika tak mampu, wajib memberi makan kepada enam puluh orang miskin. Kewajiban ini berlaku pula kepada istrinya, kecuali jika dipaksa melakukannya.

 

 

Kaffarat Orang Yang Menyetubuhi Istrinya

 

Tanya :

Seorang yang berpuasa telah menyetubuhi istrinya, bolehkah ia memberi makan enam puluh orang miskin sebagai kaffaratnya .?

 

Jawab :

Barangsiapa yang menyetubuhi istrinya di siang hari Ramadhan padahal ia sendiri wajib berpuasa, maka ia wajib berkaffarat berupa memerdekakan hamba sahaya ; jika tak mampu, wajib berpuasa dua bulan berturut-turut ; jika tak mampu, wajib memberi makan enam puluh orang miskin.

 

Penanya mengatakan : "Bolehkah dirinya berkaffarat dengan cara memberi makan enam puluh orang miskin ?" Kami jawab : "Jika masih kuat berpuasa, maka ia wajib berpuasa dua bulan berturut-turut". Puasa dua bulan akan ringan bila seseorang bertekad ingin melakukannya kecuali jika malas. Segala Puji bagi Allah yang telah menjadikan bagi kita beberapa hal yang jika dilakukan akan dapat menghapus siksa akhirat. Karena itu, kepada saudara penanya, kami sarankan hendaklah saudara berpuasa berturut-turut jika tak ada hamba sahaya untuk di merdekakan. Puasa kaffarat tersebut boleh dilakukan pada musim hujan biar udara dingin dan sejuk. Kewajiban kaffarat tersebut berlaku pula bagi istrinya, jika bersetubuh atas kehendaknya sendiri, kecuali jika dipaksa. Bagi yang dipaksa tak wajib kaffarat dan qadla serta puasanya tetap sempurna.

 

 

Bolehkah Memberi Makan Kepada Selain Kaum Muslimin .?

 

Tanya :

Bolehkah memberi makan kepada selain muslimin dan berpakah macam orang sakit dalam berpuasa .?

 

Jawab :

Pertama, kami kemukakan bahwa sakit itu ada dua macam ; [a] sakit yang bisa diharapkan sembuh, maka hukumnya diterangkan Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 185. Orang yang sakit seperti ini hendaknya menunggu sembuh setelah itu baru berpuasa. Jika diperkirakan bahwa sakitnya akan berkepanjangan dan ternyata ia meninggal dunia sebelum sempat membayar puasanya, maka ia tak wajib mengqadlanya, sebab terburu mati, tak jauh berbeda dengan yang meninggal dunia pada bulan Sya'ban. [b] sakit yang tak kunjung sembuh, seperti kanker atau rematik, mag, pusing atau yang lainnya. Orang yang berpenyakit seperti ini boleh selamanya tak berpuasa dan digantikan kewajibannya dengan memberi makan seorang miskin pada setiap harinya. Yang berpenyakit seperti ini sama kedudukannya dengan orang yang sudah tua renta yang tak sanggup lagi berpuasa. Allah berfirman :

"Artinya : Dan wajib bagi orang berat menjalankannya (jika mereka tida berpuasa) membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin". (Al-Baqarah : 184)

Itulah keringanan pertama bagi yang tak mampu berpuasa, namun akan lebih baik jika mereka tetap berpuasa menurut kelanjutan ayat di atas. Maka dalam hal ini ada pilihan antara berpuasa dan memberi fidyah. Kemudian puasa sendiri wajib pada ayat berikutnya (Al-Baqarah : 185). Dengan demikian Allah menjadikan pemberian makanan sebagai imbangan puasa. Jika seseorang tak mampu berpuasa, baik pada bulan Ramadlan atau sesudahnya, maka kita kembalikan kepada imbangannya yaitu memberi fidyah. Karena itu, fidyah wajib bagi yang sakit tak kunjung sembuh atau kepada yang sudah tua renta yang tak sanggup berpuasa, baik dengan cara langsung diberikan kepada fakir miskin atau mereka yang diundang untuk makan sesuai dengan jumlah hari-hari puasa, seperti yang pernah dilakukan oleh Anas sewaktu tua.

 

Kedua, jika orang yang hendak fidyah masih menemukan orang Islam yang miskin di negerinya, maka berika fidyah tersebut kepada mereka. Jika tidak ada orang Islamnya, maka fidyah hendaknya disalurkan kepada negara Islam yang membutuhkannya.

 

 

Wajib Puasa Tanpa Fidyah

 

Tanya :

Saya nikah dengan seorang wanita yang punya hutang puasa Ramadlan sepuluh hari, apakah saya keluarkan fidyah untuknya karena diketahui ia bukan menjadi tanggunganku atau wajib bagi orang tuanya. Ia sendiri sekarang hamil delapan bulan, wajibkah ia berpuasa .?

 

Jawab :

Bismillahirahmanirrahim. Jika wanita tersebut melahirkan dan habis masa nifasnya, ia wajib berpuasa tanpa fidyah.

 

 

Fidyah Orang Sakit

 

Tanya :

Apakah yang sakit tak kunjung sembuh wajib berpuasa atau fidyah. Jika wajib fidyah, apakah boleh dikeluarkan lebih dulu dan bolehkah diberikan kepada satu orang atau beberapa orang. Jika ia sembuh, wajibkah ia qadla atau tidak .?

[Mahmud Zaky Hawary, Amman]

 

Jawab :

Jika sembuh dari penyakitnya, ia tak wajib berpuasa, sebab telah menunaikan kewajiban dan telah bebas.

 

 

Wajib Qadla Atau Memberi Fidyah Bagi Yang Tak Berpuasa Karena Sakit Terjatuh.

 

Tanya :

Saya terkena musibah sakit terjatuh hingga tak dapat berpuasa Ramadlan karena terus berobat tiga kali sehari. Pernah pula saya puasa dua hari namun tak mungkin meneruskannya. Akan tetapi, saya seorang pensiunan yang bergaji sekitar 83 dinar perbulan dengan seorang istri dan tak ada penghasilan lain, maka bagaimana hukumnya bila saya tak mungkin memberi makan kepad tiga puluh orang miskin selama bulan Ramadlan dan sebanyak apa yang mesti saya keluarkan .?

 

Jawab :

Jika penyakitnya bisa diharapkan sembuh pada suatu hari, maka tunggullah sampai hilang sakitnya lalu berpuasa sebagaimana firman Allah (Al-Baqarah : 185). Dan jika penyakitnya tak ada harapan sembuh, maka wajib mengeluarkan makanan kepada seorang miskin pada setiap harinya atau dibuatkan makanan lalu diundang seorang miskin untuk menikmatinya selama hari-hari puasa yang ditinggalakannya. Dengan demikian, tanggung jawab seseorang terpenuhi. Saya kira hal seperti ini akan mampu dilakukan oleh setiap orang. Jika tak mampu memberikannya selama satu bulan, maka boleh dicicil dalam beberapa bulan sesuai dengan kemampuan.

 

 


Disalin dari buku 257 Tanya Jawab Fatwa-Fatwa Al-Utsaimin, karya Syaikh Muhammad bin Sholeh Al-Utsaimin, hal.227-230, terbitan Gema Risalah Press, alih bahasa Prof,Drs.KH.Masdar Helmy


 

Monday, 27 March 2023

Beberapa Hukum Puasa bagi Wanita


Anak perempuan baru baligh (haidh), kemudian karena malu ia tidak berpuasa, maka ia wajib bertobat besar dan mengganti puasa yang ditinggalkannya dan sekaligus memberi makan seorang miskin setiap hari puasa yang ditinggalkannya sebagai kaffarat atas puasa yang ditinggalkannya apabila hingga datang bulan Rama-dhan berikutnya ia masih belum mengqadha’. Anak tersebut hukumnya seperti wanita yang berpuasa pada hari-hari haidhnya karena malu dan tidak mengqadha’. Lalu jika anak tersebut tidak tahu secara pasti beberapa hari puasa yang ia tinggalkan, maka ia berpuasa hingga merasa yakin bahwa ia telah mengganti semua hari-hari yang ia tinggalkan di masa haidhnya dan belum meng-gantinya hingga beberapa kali Ramadhan, disertai dengan membayar kaffarat atas penangguhannya sebanyak hari puasanya, apakah sekaligus atau bertahap menurut kemampuannya.

Seorang istri hendaknya tidak melakukan puasa (selain puasa Ramadhan) bilamana suaminya hadir (berada di sisinya) kecuali seizinnya. Dan apabila suami bepergian jauh, maka tidak apa-apa istri berpuasa sunnah.

Wanita haidh, apabila telah melihat cairan kental putih -yaitu cairan yang keluar dari rahim setelah masa haidh selesai- yang diketahui oleh setiap wanita sebagai tanda haidh sudah bersih, maka ia berniat puasa semen-jak di malam hari. Jika wanita belum bisa mengenal tanda kesuciannya, maka hendaknya ia mencolekkan kapas atau semisalnya pada vaginanya, maka jika kapas itu bersih, berarti ia telah suci dan harus berpuasa; kemudian, apabila darah haid berulang lagi, maka ia berbuka, sekalipun keluar hanya sedikit atau berupa warna keruh, karena hal itu membatalkan puasa selagi keluarnya masih pada hari atau masa haidh.Dan kalau terhentinya darah haidh itu terus berlanjut hingga matahari terbenam sedangkan ia telah berniat puasa di malam harinya, maka puasanya sah. Dan Wanita yang merasakan ada darah keluar, namun tidak keluar kecuali sesudah matahari terbenam, maka puasanya sah untuk hari itu.

Wanita haidh atau nifas yang darahnya berhenti (suci) di malam hari Ramadhan, lalu ia berniat puasa, kemudian fajar terbit sebelum ia mandi, maka menurut seluruh ulama sah puasanya.

Wanita yang telah mengetahui kebiasaan waktu datang haidhnya di esok hari, maka ia tetap berpuasa dan tidak boleh membatalkan sebelum melihat adanya darah.

Yang afdhal bagi wanita haidh adalah membiarkan kebiasaan haidhnya dan rela terhadap ketetapan Allah terhadap dirinya, tidak melakukan sesuatu untuk –mencegah haidhnya, dan selayaknya ia berbuka di masa haidhnya serta mengqadha’ (mengganti) puasanya sesudah itu. Demikianlah yang dilakukan oleh istri-istri Rasulullah SAW dan istri-istri para generasi salaf. Lebih-lebih telah diketahui secara medis bahaya mencegah haidh tersebut, sehingga banyak wanita yang terkena musibah tidak teraturnya masa haidh karenanya. Namun jika ia melakukannya dan minum obat untuk menunda masa haidhnya hingga ia tetap dalam keadaan bersih lagi suci dan berpuasa, maka puasanya sah.

Darah istihadhah (pendarahan pada rahim) tidak mempengaruhi sahnya puasa.

Apabila seorang wanita hamil menggugurkan janin yang telah berbentuk manusia atau sudah mulai berben-tuk, seperti sudah berkepala atau sudah ada tangannya, maka darahnya adalah darah nifas. Tetapi apabila janin itu masih berupa gumpalan darah atau daging dan belum berbentuk manusia maka darahnya adalah darah istiha-dhah (penyakit pendarahan) dan ia wajib berpuasa bila mampu, dan jika bila tidak, maka boleh berbuka tetapi wajib qadha’.Dan demikian pula wajib berpuasa jika ia telah bersih (suci) melalui proses pembersihan. Para ulama telah menyebutkan bahwa janin itu berbentuk menjadi manusia setelah mencapai masa hamil 80 hari.

Apabila wanita nifas telah bersih (suci) sebelum 40 hari maka wajib berpuasa, mandi dan shalat. Tetapi jika darah kembali keluar sebelum 40 hari itu, maka jangan berpuasa, karena masih terhitung darah nifas. Dan jika darah keluar sampai lebih dari 40 hari, maka ia harus berniat puasa dan mandi (menurut Jumhur ulama) dan darah yang keluar diluar batas 40 hari itu termasuk darah penyakit (istihadhah), kecuali bertepatan dengan kebiasa-an waktu haidhnya, maka darah itu berarti darah haidh.

Wanita menyusui apabila telah berpuasa di siang harinya lalu ia melihat tetesan darah di malam harinya, padahal sebelumnya dia adalah bersih (suci), maka puasanya sah.

Yang kuat adalah bahwa wanita hamil dan menyusui itu dikiaskan kepada orang sakit; ia boleh berbuka (tidak puasa) dan kewajibannya hanyalah qadha’ (mengganti puasanya), sama saja apakah tidak puasa karena khawatir terhadap dirinya atau terhadap anaknya. Rasulullah saw telah bersabda, “Sesungguhnya Allah telah memberikan keringanan puasa dan separuh shalat bagi musafir, dan puasa bagi wanita hamil dan wanita menyu-sui.(104) Apabila wanita hamil berpuasa sedangkan darah keluar darinya, maka puasanya tetap sah dan hal itu tidak mempengaruhi terhadap keabsahan puasanya.

Apabila seorang istri sedang berpuasa disetubuhi oleh suaminya di siang hari atas dasar keridhaannya, maka hukumnya sama dengan suaminya. Adapun kalau ia dipaksa, maka istri wajib menolak ajakannya dengan serius, dan ia tidak wajib membayar kaffarat (bila dipaksa). Ibnu Uqail rahimahullah berkata tentang suami yang menyetubuhi istrinya di siang Ramadhan, sedangkan istri sedang tidur, seraya berkata, “Istri tidak wajib membayar kaffarat. Namun sebagai sikap hati-hati, sebaiknya istri mengganti (qadha’) puasa hari itu di lain hari nanti.”

Hendaknya seorang istri yang mengetahui bahwa suaminya tidak dapat menahan nafsunya berupaya meng-hindar darinya dan tidak berdandan di siang Ramadhan. Dan istri wajib mengganti puasa bulan Ramadan sekalipun tanpa sepengetahuan sang suami, dan tidak disyaratkan adanya izin dari suami untuk melakukan puasa wajib. Dan apabila seorang wanita telah memulai melakukan qadha’ terhadap puasanya, maka ia tidak boleh memba-talkannya tanpa ada uzur syar’i, dan sang suami tidak boleh menyuruhnya berbuka di saat istri sedang meng-qadha’, dan juga tidak ada hak baginya untuk menyetu-buhi istrinya di saat mengganti puasa dan sebagaimana tidak ada hak bagi istri untuk memberikannya.

Adapun puasa sunnah, maka seorang istri tidak boleh melakukannya bila sang suami ada di sisinya, kecuali seizin darinya. Hadits yang bersumber dari Abu Hurairah ra menyebutkan bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Wanita tidak boleh melakukan puasa sedangkan suaminya ada di sisinya, kecuali seizin darinya.”

Inilah yang dapat penulis sebutkan tentang beberapa masalah puasa; penulis memohon kepada Allah Ta'ala semoga Dia tetap menolong kita untuk selalu ingat, bersyukur kepada-Nya dan dapat beribadah kepadanya dengan sebaik-baiknya; dan semoga Dia menutup bulan suci Ramadhan dengan ampunan-Nya kepada kita semua dan dibebaskan dari neraka.

Syaikh al-munajjid

 

Beberapa Pengetahuan Penting Seputar Puasa Ramadhan

Keutamaan Berpuasa

1. sebagai Perisai (HR. Bukhari (4/106)dan Muslim no.1400) dari Ibnu Mas'ud
2. Puasa bisa memasukan hamba kedalam surga (HR. Nasa'i, Ibnu Hiban, Al hakim, shahih)
3. Pahala orang yang berpuasa tidak terbatas*
4. Puasa punya dua kegembiraan*
5. Bau mulut orang yang berouasa lebih wangi dari bau misk (HR. Bukhari (4/88)dan Muslim no.1151)
6. Puasa dan Al Qur'an akan memberi syafa'at kepada ahlinya dihari kiamat (HR. Ahmad (6626), Hakim (1/554), Abu Nu'aim (8/161)dari jalan Huyauy bin Abdullah)
7. Puasa Sebagai Kafarat*
8. Pintu Surga Ar Rayyan khusus bagi orang yang berpuasa (HR. Bukhari (4/95)dan Muslim no.1152)

Keutamaan Bulan Ramadhan

1. sebagai Bulan Al Qur'an*
2. Dibelenggu Syetan, ditutup pintu-pintu neraka dan dibukanya pintu-pintu surga*
3. Malam Lailatul Qadar*
4. Pengampunan Dosa (HR. Bukhari (4/99)dan Muslim no.759)
5. DIkabulkannya Do'a dan pembebasan dari api neraka (HR.
Bazzar (3142), Ahmad (2/254) dari jalan amas, abu shalih dan jabir, Ibnu majah (1643))
6. Orang yang berpuasa ramadhan termasuk shidiqin dan syuhada (HR. Ibnu hibban no 11 zawaidnya shahih)

Ancaman bagi orang yang membatalkan puasa ramadhan dengan sengaja :

Dari AbuUmamah Al Bahilirodiyallahu'an, aku pernah mendengar rosulullah sholallahu'alihi wassalm bersabda : "ketika aku tidur, datanglah dua orang pria kemudian memegang dua lenganku, membewaku kesatu gunung yang kasar (tidak rata), keduanya berkata "naik", Aku katakan aku tidak mampu., "keduanya berkata" "kami akan memudahkanmu" akupun naik hingga sampai kepuncak gunung, ketika itu aku mendengar suara yang keras, akupun bertanya, suara pa ini? mereka menjawab "ini adalah teriakan penghuni neraka", kemudian keduannya membawaku, ketika itu aku melihat orang-orang digantung dengan kaki diatas, mulut mereka rusak/robek, darah mengalir dari mulut mereka. aku bertanya, :siapakah mereka?" keduanya menjawab, "mereka adalah orang-orang yang berbuka sebelum tiba waktu berbuka mereka" (HR. An Nasa'i dalam Al kubra (4/166) dan Ibnu HIbban no.1800 dan Al Hakim (1/430) dari jalan abdirahman bi Yazid bin Jabir .... sanadnya shahih)

Yang Wajib Dijauhi Oleh Orang Yang Berpuasa

1. Perkataan Palsu,
Rosulullah sholallahu'alihi wassalm bersabda : "orang yang berpuasa tapi tidak dapat meninggalkan perkataan dusta dan tetap mengamalkannya, maka tidaklah Allah butuh atas perbuatanya meskipun meningalkan makan dan minumnya (Puasa, pen) (HR. Bukhari (4/99))
2. Perbuatan Sia-sia dan Kotor
Rosulullah sholallahu'alihi wassalm bersabda :"puasa bukanlah dari makan dan minum semata tetapi puasa itu menahan diri dari perbuatan sia-sia dan keji, jika ada yang mencelamu atau berbuat bodoh, katakanlah : Aku sedang berpuasa." (HR. Ibnu Khuzaimah (1996), Al Hakim (1/430-431), sanadnya Shahih


Yang Boleh Dilakukan Oleh Orang Yang Berpuasa


1. Memasuki waktu shubuh dalam keadaaan junub (mimpi basah, sesudah jima')(HR. Bukhari (4/123), Muslim (1109))
2. Bersiwak (HR. Bukhari(2/311), Muslim (252))
3. Berkumur dan Beristinsyaq*
4. Bercengkrama dan Mencium Istri (HR. Bukhari(4/131), Muslim (1106))
5. Mengeluarkan darah dan Suntikan yang tidak mengandung makanan (Fatwa Ulama Abdullah Bin Baz rohimallah)
6. Berbekam (HR Bukhari (4/155 Fathur bari))
7. Mencicipi Makanan tapi tidak sampai kekerongkongan (HR Bukhari (4/15 Fathur bari), Ibnu Abi Syaibah (3/47), Baihaqi (4/261) dari dua jalannya, hadits ini hasan))
8. Bercelak, Memakai tetes mata dan yang lainnya yang masuk kemata (Bukhari (4/153 Faul Bari) dihubungkan dengan Shahih Bukhari (451))
9. Menguyurkan Air Kekepala dan Mandi (HR. Bukhari dalam Shahihnya, Abu Dawud (2365), Ahmad (5/376,380,408,430) sanadnya Shahih


FIDYAH
Allah berfirman : "Dan orang -orang yang tidak mampu berpuasa hendaklah membayar fidyah, dengan memberi makan seorang miskin" (Al Baqoroh : 184)^

Musafir dan Orang Yang Sakit
Allah berfirman : "Barang siapa diantara kalian ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajib baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditingglkan itu pada hari yang lain" (Al Baqarah : 184)^


Malam Lailatul Qadar

1. malam itu lebih baik dari pada seribu bulan (Al Qadr 1-5)
2. pada malam itu segala urusan nan penuh hikah (Ad Dukhan 3-6)
3. waktunya Diriwayatkan dari Nabi shollallahu 'alaihi wassalam, bahwa malam tersebut terjadi pada 21,23,25,27,29 dan akhir malam bulan ramadhan.
4. dimalam ganjil disepuluh hari terakhir (Bukhari (4/225) dan Muslim (1169))
5. jika terluput disepuluh hari terakhir, cari di 7 hari sisanya (Bukhari (4/221) dan Muslim (1165))
6. yaitu pada malam 25,27,29 (Bukhari (4/232))
7. tanda-tandanya pagi hari malam lailatul qadar, matahari terbit tidak ada sinar yang menyilaukan, seperti bejana hingga meninggi (Muslim 762)
8 malam lailatul qadar adalah malam yang indah cerah, dana tidak panas dan tidak juga dingin, dan keesokan harinya sinar matahari melemah kemerah-merahan (thayalisi (349), Ibnu Kuzaimah (3/231), Bazzar (1/486))

I'tikaf


1. Makna I'tikaf adalah berdiam (tinggal) diatas sesuatu, dapat dikatakan bagi orang-orang yang tinggal dimasjid dan menegakkan ibadah didialamnya sebagai mu'takif dan 'aktif
2. Disunnahkan beritikaf dan yang paling utama pada bulan ramadhan disepuluh hari terakhir (Bukhari 4/226 dan Muslim 1173 dari jalan Aisyah)
3. I'tikaf hanya dilakukan dimasjid (Al Baqarah 187)
4. dan dibatasi i'tikaf hanya di tiga masjid, sabda beliau shollallahu 'alaihi wassalam "tidak ada i'tikaf kecuali pada tiga masjid" (shahih dan dishahihkan oleh para imam dan ulama)
5. dperbolehkan keluar dari masjid jika ada hajat
6. Boleh berwudhu didalam masjid dengan wudhu yang ringan (Ahmad (5/364) sanad shahih)
7. Boleh mendirikan tenda atau kemah kecil dibagian belakang masjid tempat dia beri'tikaf, (Bukhari 4/226 dan Muslim (1173)
8. Boleh meletakan kasur atau keranjang ditenda (Ibnu Majah (642) dan Al Baihaqi, sanad hasan oleh Al Bushiri dari dua jalan)
9. Diperbolehkan bagi seorang istri mengunjungi suaminya yang sedang beritikaf dan suami boleh mengantarkan isteri sampai kepintu masjid
10.Seorang istri atau wanita boleh beri'tikaf dimasjid jika aman dari fitnah (fatwa Ulama syaikh Muhammad Nashruddin Al Albani rahimahullah)

* = telah Masyur dikalangan kita
^ = Buka Kembali Tafsirnya

diringkas dari "Shifat Shaum an Nabiyi fii Ramadhan"
Penulis Syaikh Salim bin Ied Al Hilali dan Syaikh Ali Hasan Abdul Hamid

Wallahu a'lam bi shawab

ANDA PENGUNJUNG KE :

CARI ARTIKEL LAIN DI BLOG INI DENGAN MEMASUKKAN KATA PADA KOLOM SEARCH DIBAWAH