Dalam
buku Fisika Kelompok Teknologi, hasil eksperimen Ohm menggambarkan perbandingan
arus listrik dengan tegangan yang selalu konstan. Sehingga menghasilkan hubungan
yang bersifat ohmik. Dari eksperimen tersebut kemudian dikenal dengan hukum
Ohm.
Berdasarkan percobaan, bila antara 2
buah titik yang di hubungkan dengan sebuah kawat penghantar terdapat beda
tegangan (E), maka akan mengalir arus listrik (I) yang mengalir melalui kawat
penghantar tersebut.
Banyaknya
arus yang mengalir pada kawat penghantar tersebut tergantung dari beda tegangan
antara ke 2 titik tersebut. Makin besar beda tegangan antara titik A dengan
titik B, maka makin besar pula arus yang akan mengalir pada kawat penghantar
tersebut.
Besarnya
arus yang mengalir pada kawat penghantar, selain tergantung dari besarnya beda
tegangan juga dipengaruhi oleh:
1.
1. Besar
kecilnya diameter atau garis tengah dari kawat penghantar.
2.
2. Jenis
dari kawat penghantar.
Besar
kecilnya arus listrik di ukur dengan satuan ampere atau disingkat A dan
notasinya dituliskan dengan huruf I.
Nama Ampere
diambil sebagai tanda penghormatan terhadap seorang sarjana Perancis yang
bernama Andre Marie Ampere (1755-1836).
Hukum Ohm digunakan secara luas dalam rangkaian
elektronika dan merupakan hukum dasar pada rangkaian listrik. Dengan
menggunakan hukum Ohm, kita tidak hanya dapat menghitung, tapi juga dapat
memperkecil arus listrik, memperkecil tegangan pada rangkaian dan juga untuk memperoleh
nilai resistansi atau hambatan yang diperlukan.
Pada
percobaan rangkaian elektronika pada umumnya kita akan menghubungkan dengan
penggunaan arus listrik yang ukurannya relative kecil, sehingga untuk
menuliskan nilai arus yang kecil tersebut diperlukan satuan yang lebih kecil
dari ampere (A)
Satuan yang
lebih kecil dari ampere adalah
2 mili
Ampere =1ma = 0,001A =10-3A
1 micro
Ampere = 1 uA =0,000.001 = 10-6 A
Dari hasil
percobaan di atas ternyata kuat arus (I) berbanding langsung dengan beda
tegangan (E), sehingga hasil bagi dari beda tegangan (E) dan arus (I) merupakan
suatu bilangan tetap. Bilangan ini merupakan suatu tahanan dari kawat
penghantar yang dilalui arus tadi.
Besar
kecilnya tahanan dapat di ukur dengan satuan Ohm dan tahanan sendiri di tuliskan
dengan notasi R.
Berdasarkan
hukum Ohm, hubungan antara tegangan listrik, arus listrik dan tahanan listrik
dapat dibuat persamaan sebagai berikut:
Timbulnya
perbedaan antara tegangan yang terjadi pada percobaan di atas di sebabkan
karena adanya tekanan dan perlawanan dari adanya perpindahan electron-elektron
yang berpindah dari kutub negative ke kutub positif yang mengalir pada kawat
penghantar tersebut.
Besar
kecilnya tegangan listrik dapat diukur dengtan satuan Volt atau disingkat V dan
notasinya dituliskan dengan huruf E.
Nama satuan
Volt diambil sebagai tanda penghormatan yang diberikan terhadap seorang sarjana
Italia yang bernama Alesandro Guiseppe Antomio Volta (1766-1857) yaitu sebagai
penemu elemen Volta.
Perlu
diketahui bahwa pada umumnya pembangkit tegangan listrik masa kini dapat
menghasilkan tegangan listrik dalam jumlah yang sangat besar, yang ukurannya
kadang-kadang sampai mencapai berjuta-juta Volt dan ini tentunya untuk
menuliskan angka sebesar itu harus dituliskan dengan satuan listrik yang lebih
besar dari Volt.
Satuan yang
lebih besar dari Volt adalah:
1 kila Volt
= 1 KV = 1.000 V = 103 V
1 mega Volt
= 1MV = 1.000.000 V = 106 V
Dan
sebaliknya pada percoban-percobaan elektronika kadang kala kita akan
berhubungan dengan tegangan listrik yang nilainya lebih kecil dari satuan Volt.
Satuan yang
lebih kecil dari Volt adalah:
1 mili Volt
= 1 mV = 0,001V
1 micro
Volt = 1 uV = 0,000,001 V
1
micro-micro Volt = 1 uuV = 0,000.000.000.001 V
SEKILAS TENTANG HUKUM OHM
Secara sederhana,
Hukum Ohm digunakan
untuk menghitung tegangan listrik, hambatan listrik, atau kuat arus dalam rangkaian
listrik.
Hukum
Ohm
pertama kali diperkenalkan oleh seorang fisikawan asal Jerman bernama Georg Simon Ohm (1787-1854) pada tahun 1825 dan dipublikasikan
pada tahun 1827 melalui sebuah papernya yag berjudul “The Galvanic Circuit
Investigated Mathematically”.
Hukum Ohm adalah
hukum yang menyatakan bahwa besar kuat arus yang mengalir pada suatu penghantar
sebanding dengan beda potensial antara ujung-ujung penghantar jika suhu dijaga
konsisten.
Hukum
Ohm berbunyi, “Kuat arus yang mengalir dalam suatu
penghantar atau hambatan besarnya sebanding dengan beda potensial atau tegangan
antara ujung-ujung penghantar tersebut. Pernyataan itu bisa dituliskan sebagai
berikut yaitu I ∞ V.”
atau
Besar arus listrik (I) yang mengalir
melalui sebuah penghantar akan berbanding lurus dengan tegangan/beda potensial
(V) yang diterapkan kepadanya dan berbanding terbalik dengan hambatannya R.
Secara
matematis rumus hukum ohm adalah dapat dilihat melalui
persamaan berikut ini:
- V = I x R
- I = V / R
- R = V / I
Keterangan:
- V
(Voltage) = Beda potensial atau tegangan yang terdapat pada kedua ujung
penghantar dengan satuan Volt (V).
- I
(Current) = Arus listrik yang mengalir pada sebuah penghantar dengan
satuan Ampere (A).
- R
(Resistance) = Hambatan listrik yang terdapat pada sebuah penghantar
dengan satuan ohm (Ω
atau Ohm).
Rangkaian
Listrik dalam Hukum Ohm
Hukum Ohm mempunyai hubungan yang
berkaitan erat atau biasa disebut dengan ilmu kelistrikan/rangkaian listrik.
Rangkaian dalam hal ini berarti
sebagai lintasan listrik yang sudah dilalui dari sumber daya lalu kembali lagi.
Sema bagian yang dimiliki oleh
rangkaian listrik harus bisa menghantarkan listrik serta terhubung antara satu
dengan yang lainnya.
Hal ini tentu berbeda dengan rangkaian
yang ada pada Hukum Kirchoff. Rangkaian listrik pada Hukum Ohm terbagi menjadi
dua, diantaranya :
1. Rangkaian
Seri
Rangkaian seri adalah sebuah rangkaian
listrik yang dimana semua komponen didalamnya akan terhubung antara satu sama
lain. Adapun contoh dari rangkaian seri yaitu senter.
2. Rangkaian Paralel
Rangkaian paralel adalah sebuah
rangkaian yang mempunyai baterai atau komponen lainnya yang akan terhubung
antar satu sama lain dengan cara menyilang.
Penerapan Hukum Ohm
Berikut ini merupakan beberapa
penerapan dari hukum Ohm yang dapat kalian ketahui, diantaranya:
- Hukum
Ohm dimanfaatkan untuk pembuatan rangkaian listrik seri, paralel dan
gabungan.
- Arus
listrik yang diberi tegangan lebih besar dari tegangan yang seharusnya
mengakibatkan alat listrik cepat rusak.
- Aliran
listrik yang dimanfaatkan untuk penggunaan alat listrik, contohnya seperti
kulkas, menyalakan lampu, TV, setrika dan alat listrik lainnya.
- Alat
listrik yang diberi tegangan lebih kuat dari tegangan yang seharusnya
mengakibatkan alat listrik tidak bekerja normal, contohnya seperti lampu
yang diberi tegangan lebih rendah mengakibatkan proses pemanasan pada
elemennya menjadi lambat.
Dalam penerapannya,
pada rangkaian elektronika kita bisa menggunakan teori hukum ohm untuk
memperkecil arus listrik, memperkecil tegangan serta juga bisa mendapatkan
nilai resistansi atau hambatan yang kita inginkan.
Dalam perhitungan
rumus hukum ohm, hal yang perlu untuk diingat ialah satuan unit yang digunakan
yaitu Volt, Ampere, dan Ohm. Apabila kita menggunakan unit lainnya seperti
kilovolt, milivolt, miliampere, kiloohm, atau megaohm, maka terlebih dahulu
kita perlu mengkonversi ke unit Volt, Ampere dan Ohm agar mempermudah dalam
perhitungan dan memperoleh hasil yang benar.
Contoh penerapan
hukum Ohm dalam kehidupan sehari-hari
Dalam
kehidupan sehari-hari, kita dapat melihat contoh penerapan hukum Ohm pada
televisi, lampu, senter, dan radio. Semua peralatan elektronik tersebut hanya
akan menyala ketika ada aliran listrik yang bersumber dari tegangan listrik
untuk menghasilkan beda potensial. Sebagai tambahan informasi, apabila ada alat
listrik yang bertuliskan 240V/4 A, artinya alat listrik tersebut akan bekerja
atau dapat digunakan secara optimal jika dipasang pada tegangan 240 Volt dan
kuat arus 4 Ampere. Aturan di atas harus dipahami. Karena jika pemasangan alat
litrik tidak sesuai dengan spesifikasinya, akan membuat alat tersebut cepat
rusak dan tidak bisa digunakan dalam jangka waktu lama.
Contoh Soal Hukum
Ohm:
1.
Mengitung tegangan dengan hukum Ohm
Atur nilai hambatan atau resistansi potensiometer
ke 500 Ohm, setelah itu atur Power Supply (DC Generator) hingga memperoleh Arus
Listrik (I) 10mA. Berapakah nilai Tegangannnya (V) ?
Terlebih dahulu kita harus mengkonversikan unit
arus listrik (I) yang satuannya miliAmpere menjadi Ampere. 10mA = 0.01 Ampere.
Selanjutnya masukkan ke dalam rumus ohm nilai resistansi potensiometer 500 ohm
dan nilai arus listrik 0.01 Ampere.
V = I x R
V = 0.01 x 500
V = 5 Volt
Maka nilai yang diperoleh yaitu 5 Volt.
2.
Mengitung arus listrik dengan hukum Ohm
Jika suatu DC generator atau power
supply diatur untuk menghasilkan output tegangan 15 Volt dan potensiometer
10 Ohm. Berapakah nilai arus listriknya ?
Jawab:
Masukan nilai yang diketahui, yaitu tegangan 15V
dan nilai resistansi 10 Ohm dalam rumus hukum Ohm.
I = V / R
I = 15 / 10
I = 1,5 Ampere
Jadi, nilai arus listrik DC generator tersebut
adalah 1,5 Ampere.
3.
Mengitung arus listrik dengan hukum Ohm
Jika suatu tegangan di voltmeter adalah 15 Volt,
dan nilai arus listrik di amperemeternya adalah 1 Ampere. Berapakah nilai
resistansi pada potensiometernya?
Jawab:
Masukan nilai yang diketahui, yaitu tegangan 15V
dan arus listrik 1A ke dalam rumus Ohm.
R = V / I
R = 15 /1
R = 15 Ohm
Jadi, nilai resistensi potensiometernya adalah 15
Ohm.
*File lama dalam laptop zaman mahasiswa