TRANSLATE ARTIKEL INI KE DALAM BAHASA LAIN DENGAN MENGKLIK PILIH BAHASA DIBAWAH

Monday, 27 March 2023

Beberapa Hukum Puasa bagi Wanita


Anak perempuan baru baligh (haidh), kemudian karena malu ia tidak berpuasa, maka ia wajib bertobat besar dan mengganti puasa yang ditinggalkannya dan sekaligus memberi makan seorang miskin setiap hari puasa yang ditinggalkannya sebagai kaffarat atas puasa yang ditinggalkannya apabila hingga datang bulan Rama-dhan berikutnya ia masih belum mengqadha’. Anak tersebut hukumnya seperti wanita yang berpuasa pada hari-hari haidhnya karena malu dan tidak mengqadha’. Lalu jika anak tersebut tidak tahu secara pasti beberapa hari puasa yang ia tinggalkan, maka ia berpuasa hingga merasa yakin bahwa ia telah mengganti semua hari-hari yang ia tinggalkan di masa haidhnya dan belum meng-gantinya hingga beberapa kali Ramadhan, disertai dengan membayar kaffarat atas penangguhannya sebanyak hari puasanya, apakah sekaligus atau bertahap menurut kemampuannya.

Seorang istri hendaknya tidak melakukan puasa (selain puasa Ramadhan) bilamana suaminya hadir (berada di sisinya) kecuali seizinnya. Dan apabila suami bepergian jauh, maka tidak apa-apa istri berpuasa sunnah.

Wanita haidh, apabila telah melihat cairan kental putih -yaitu cairan yang keluar dari rahim setelah masa haidh selesai- yang diketahui oleh setiap wanita sebagai tanda haidh sudah bersih, maka ia berniat puasa semen-jak di malam hari. Jika wanita belum bisa mengenal tanda kesuciannya, maka hendaknya ia mencolekkan kapas atau semisalnya pada vaginanya, maka jika kapas itu bersih, berarti ia telah suci dan harus berpuasa; kemudian, apabila darah haid berulang lagi, maka ia berbuka, sekalipun keluar hanya sedikit atau berupa warna keruh, karena hal itu membatalkan puasa selagi keluarnya masih pada hari atau masa haidh.Dan kalau terhentinya darah haidh itu terus berlanjut hingga matahari terbenam sedangkan ia telah berniat puasa di malam harinya, maka puasanya sah. Dan Wanita yang merasakan ada darah keluar, namun tidak keluar kecuali sesudah matahari terbenam, maka puasanya sah untuk hari itu.

Wanita haidh atau nifas yang darahnya berhenti (suci) di malam hari Ramadhan, lalu ia berniat puasa, kemudian fajar terbit sebelum ia mandi, maka menurut seluruh ulama sah puasanya.

Wanita yang telah mengetahui kebiasaan waktu datang haidhnya di esok hari, maka ia tetap berpuasa dan tidak boleh membatalkan sebelum melihat adanya darah.

Yang afdhal bagi wanita haidh adalah membiarkan kebiasaan haidhnya dan rela terhadap ketetapan Allah terhadap dirinya, tidak melakukan sesuatu untuk –mencegah haidhnya, dan selayaknya ia berbuka di masa haidhnya serta mengqadha’ (mengganti) puasanya sesudah itu. Demikianlah yang dilakukan oleh istri-istri Rasulullah SAW dan istri-istri para generasi salaf. Lebih-lebih telah diketahui secara medis bahaya mencegah haidh tersebut, sehingga banyak wanita yang terkena musibah tidak teraturnya masa haidh karenanya. Namun jika ia melakukannya dan minum obat untuk menunda masa haidhnya hingga ia tetap dalam keadaan bersih lagi suci dan berpuasa, maka puasanya sah.

Darah istihadhah (pendarahan pada rahim) tidak mempengaruhi sahnya puasa.

Apabila seorang wanita hamil menggugurkan janin yang telah berbentuk manusia atau sudah mulai berben-tuk, seperti sudah berkepala atau sudah ada tangannya, maka darahnya adalah darah nifas. Tetapi apabila janin itu masih berupa gumpalan darah atau daging dan belum berbentuk manusia maka darahnya adalah darah istiha-dhah (penyakit pendarahan) dan ia wajib berpuasa bila mampu, dan jika bila tidak, maka boleh berbuka tetapi wajib qadha’.Dan demikian pula wajib berpuasa jika ia telah bersih (suci) melalui proses pembersihan. Para ulama telah menyebutkan bahwa janin itu berbentuk menjadi manusia setelah mencapai masa hamil 80 hari.

Apabila wanita nifas telah bersih (suci) sebelum 40 hari maka wajib berpuasa, mandi dan shalat. Tetapi jika darah kembali keluar sebelum 40 hari itu, maka jangan berpuasa, karena masih terhitung darah nifas. Dan jika darah keluar sampai lebih dari 40 hari, maka ia harus berniat puasa dan mandi (menurut Jumhur ulama) dan darah yang keluar diluar batas 40 hari itu termasuk darah penyakit (istihadhah), kecuali bertepatan dengan kebiasa-an waktu haidhnya, maka darah itu berarti darah haidh.

Wanita menyusui apabila telah berpuasa di siang harinya lalu ia melihat tetesan darah di malam harinya, padahal sebelumnya dia adalah bersih (suci), maka puasanya sah.

Yang kuat adalah bahwa wanita hamil dan menyusui itu dikiaskan kepada orang sakit; ia boleh berbuka (tidak puasa) dan kewajibannya hanyalah qadha’ (mengganti puasanya), sama saja apakah tidak puasa karena khawatir terhadap dirinya atau terhadap anaknya. Rasulullah saw telah bersabda, “Sesungguhnya Allah telah memberikan keringanan puasa dan separuh shalat bagi musafir, dan puasa bagi wanita hamil dan wanita menyu-sui.(104) Apabila wanita hamil berpuasa sedangkan darah keluar darinya, maka puasanya tetap sah dan hal itu tidak mempengaruhi terhadap keabsahan puasanya.

Apabila seorang istri sedang berpuasa disetubuhi oleh suaminya di siang hari atas dasar keridhaannya, maka hukumnya sama dengan suaminya. Adapun kalau ia dipaksa, maka istri wajib menolak ajakannya dengan serius, dan ia tidak wajib membayar kaffarat (bila dipaksa). Ibnu Uqail rahimahullah berkata tentang suami yang menyetubuhi istrinya di siang Ramadhan, sedangkan istri sedang tidur, seraya berkata, “Istri tidak wajib membayar kaffarat. Namun sebagai sikap hati-hati, sebaiknya istri mengganti (qadha’) puasa hari itu di lain hari nanti.”

Hendaknya seorang istri yang mengetahui bahwa suaminya tidak dapat menahan nafsunya berupaya meng-hindar darinya dan tidak berdandan di siang Ramadhan. Dan istri wajib mengganti puasa bulan Ramadan sekalipun tanpa sepengetahuan sang suami, dan tidak disyaratkan adanya izin dari suami untuk melakukan puasa wajib. Dan apabila seorang wanita telah memulai melakukan qadha’ terhadap puasanya, maka ia tidak boleh memba-talkannya tanpa ada uzur syar’i, dan sang suami tidak boleh menyuruhnya berbuka di saat istri sedang meng-qadha’, dan juga tidak ada hak baginya untuk menyetu-buhi istrinya di saat mengganti puasa dan sebagaimana tidak ada hak bagi istri untuk memberikannya.

Adapun puasa sunnah, maka seorang istri tidak boleh melakukannya bila sang suami ada di sisinya, kecuali seizin darinya. Hadits yang bersumber dari Abu Hurairah ra menyebutkan bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Wanita tidak boleh melakukan puasa sedangkan suaminya ada di sisinya, kecuali seizin darinya.”

Inilah yang dapat penulis sebutkan tentang beberapa masalah puasa; penulis memohon kepada Allah Ta'ala semoga Dia tetap menolong kita untuk selalu ingat, bersyukur kepada-Nya dan dapat beribadah kepadanya dengan sebaik-baiknya; dan semoga Dia menutup bulan suci Ramadhan dengan ampunan-Nya kepada kita semua dan dibebaskan dari neraka.

Syaikh al-munajjid

 

Beberapa Pengetahuan Penting Seputar Puasa Ramadhan

Keutamaan Berpuasa

1. sebagai Perisai (HR. Bukhari (4/106)dan Muslim no.1400) dari Ibnu Mas'ud
2. Puasa bisa memasukan hamba kedalam surga (HR. Nasa'i, Ibnu Hiban, Al hakim, shahih)
3. Pahala orang yang berpuasa tidak terbatas*
4. Puasa punya dua kegembiraan*
5. Bau mulut orang yang berouasa lebih wangi dari bau misk (HR. Bukhari (4/88)dan Muslim no.1151)
6. Puasa dan Al Qur'an akan memberi syafa'at kepada ahlinya dihari kiamat (HR. Ahmad (6626), Hakim (1/554), Abu Nu'aim (8/161)dari jalan Huyauy bin Abdullah)
7. Puasa Sebagai Kafarat*
8. Pintu Surga Ar Rayyan khusus bagi orang yang berpuasa (HR. Bukhari (4/95)dan Muslim no.1152)

Keutamaan Bulan Ramadhan

1. sebagai Bulan Al Qur'an*
2. Dibelenggu Syetan, ditutup pintu-pintu neraka dan dibukanya pintu-pintu surga*
3. Malam Lailatul Qadar*
4. Pengampunan Dosa (HR. Bukhari (4/99)dan Muslim no.759)
5. DIkabulkannya Do'a dan pembebasan dari api neraka (HR.
Bazzar (3142), Ahmad (2/254) dari jalan amas, abu shalih dan jabir, Ibnu majah (1643))
6. Orang yang berpuasa ramadhan termasuk shidiqin dan syuhada (HR. Ibnu hibban no 11 zawaidnya shahih)

Ancaman bagi orang yang membatalkan puasa ramadhan dengan sengaja :

Dari AbuUmamah Al Bahilirodiyallahu'an, aku pernah mendengar rosulullah sholallahu'alihi wassalm bersabda : "ketika aku tidur, datanglah dua orang pria kemudian memegang dua lenganku, membewaku kesatu gunung yang kasar (tidak rata), keduanya berkata "naik", Aku katakan aku tidak mampu., "keduanya berkata" "kami akan memudahkanmu" akupun naik hingga sampai kepuncak gunung, ketika itu aku mendengar suara yang keras, akupun bertanya, suara pa ini? mereka menjawab "ini adalah teriakan penghuni neraka", kemudian keduannya membawaku, ketika itu aku melihat orang-orang digantung dengan kaki diatas, mulut mereka rusak/robek, darah mengalir dari mulut mereka. aku bertanya, :siapakah mereka?" keduanya menjawab, "mereka adalah orang-orang yang berbuka sebelum tiba waktu berbuka mereka" (HR. An Nasa'i dalam Al kubra (4/166) dan Ibnu HIbban no.1800 dan Al Hakim (1/430) dari jalan abdirahman bi Yazid bin Jabir .... sanadnya shahih)

Yang Wajib Dijauhi Oleh Orang Yang Berpuasa

1. Perkataan Palsu,
Rosulullah sholallahu'alihi wassalm bersabda : "orang yang berpuasa tapi tidak dapat meninggalkan perkataan dusta dan tetap mengamalkannya, maka tidaklah Allah butuh atas perbuatanya meskipun meningalkan makan dan minumnya (Puasa, pen) (HR. Bukhari (4/99))
2. Perbuatan Sia-sia dan Kotor
Rosulullah sholallahu'alihi wassalm bersabda :"puasa bukanlah dari makan dan minum semata tetapi puasa itu menahan diri dari perbuatan sia-sia dan keji, jika ada yang mencelamu atau berbuat bodoh, katakanlah : Aku sedang berpuasa." (HR. Ibnu Khuzaimah (1996), Al Hakim (1/430-431), sanadnya Shahih


Yang Boleh Dilakukan Oleh Orang Yang Berpuasa


1. Memasuki waktu shubuh dalam keadaaan junub (mimpi basah, sesudah jima')(HR. Bukhari (4/123), Muslim (1109))
2. Bersiwak (HR. Bukhari(2/311), Muslim (252))
3. Berkumur dan Beristinsyaq*
4. Bercengkrama dan Mencium Istri (HR. Bukhari(4/131), Muslim (1106))
5. Mengeluarkan darah dan Suntikan yang tidak mengandung makanan (Fatwa Ulama Abdullah Bin Baz rohimallah)
6. Berbekam (HR Bukhari (4/155 Fathur bari))
7. Mencicipi Makanan tapi tidak sampai kekerongkongan (HR Bukhari (4/15 Fathur bari), Ibnu Abi Syaibah (3/47), Baihaqi (4/261) dari dua jalannya, hadits ini hasan))
8. Bercelak, Memakai tetes mata dan yang lainnya yang masuk kemata (Bukhari (4/153 Faul Bari) dihubungkan dengan Shahih Bukhari (451))
9. Menguyurkan Air Kekepala dan Mandi (HR. Bukhari dalam Shahihnya, Abu Dawud (2365), Ahmad (5/376,380,408,430) sanadnya Shahih


FIDYAH
Allah berfirman : "Dan orang -orang yang tidak mampu berpuasa hendaklah membayar fidyah, dengan memberi makan seorang miskin" (Al Baqoroh : 184)^

Musafir dan Orang Yang Sakit
Allah berfirman : "Barang siapa diantara kalian ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajib baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditingglkan itu pada hari yang lain" (Al Baqarah : 184)^


Malam Lailatul Qadar

1. malam itu lebih baik dari pada seribu bulan (Al Qadr 1-5)
2. pada malam itu segala urusan nan penuh hikah (Ad Dukhan 3-6)
3. waktunya Diriwayatkan dari Nabi shollallahu 'alaihi wassalam, bahwa malam tersebut terjadi pada 21,23,25,27,29 dan akhir malam bulan ramadhan.
4. dimalam ganjil disepuluh hari terakhir (Bukhari (4/225) dan Muslim (1169))
5. jika terluput disepuluh hari terakhir, cari di 7 hari sisanya (Bukhari (4/221) dan Muslim (1165))
6. yaitu pada malam 25,27,29 (Bukhari (4/232))
7. tanda-tandanya pagi hari malam lailatul qadar, matahari terbit tidak ada sinar yang menyilaukan, seperti bejana hingga meninggi (Muslim 762)
8 malam lailatul qadar adalah malam yang indah cerah, dana tidak panas dan tidak juga dingin, dan keesokan harinya sinar matahari melemah kemerah-merahan (thayalisi (349), Ibnu Kuzaimah (3/231), Bazzar (1/486))

I'tikaf


1. Makna I'tikaf adalah berdiam (tinggal) diatas sesuatu, dapat dikatakan bagi orang-orang yang tinggal dimasjid dan menegakkan ibadah didialamnya sebagai mu'takif dan 'aktif
2. Disunnahkan beritikaf dan yang paling utama pada bulan ramadhan disepuluh hari terakhir (Bukhari 4/226 dan Muslim 1173 dari jalan Aisyah)
3. I'tikaf hanya dilakukan dimasjid (Al Baqarah 187)
4. dan dibatasi i'tikaf hanya di tiga masjid, sabda beliau shollallahu 'alaihi wassalam "tidak ada i'tikaf kecuali pada tiga masjid" (shahih dan dishahihkan oleh para imam dan ulama)
5. dperbolehkan keluar dari masjid jika ada hajat
6. Boleh berwudhu didalam masjid dengan wudhu yang ringan (Ahmad (5/364) sanad shahih)
7. Boleh mendirikan tenda atau kemah kecil dibagian belakang masjid tempat dia beri'tikaf, (Bukhari 4/226 dan Muslim (1173)
8. Boleh meletakan kasur atau keranjang ditenda (Ibnu Majah (642) dan Al Baihaqi, sanad hasan oleh Al Bushiri dari dua jalan)
9. Diperbolehkan bagi seorang istri mengunjungi suaminya yang sedang beritikaf dan suami boleh mengantarkan isteri sampai kepintu masjid
10.Seorang istri atau wanita boleh beri'tikaf dimasjid jika aman dari fitnah (fatwa Ulama syaikh Muhammad Nashruddin Al Albani rahimahullah)

* = telah Masyur dikalangan kita
^ = Buka Kembali Tafsirnya

diringkas dari "Shifat Shaum an Nabiyi fii Ramadhan"
Penulis Syaikh Salim bin Ied Al Hilali dan Syaikh Ali Hasan Abdul Hamid

Wallahu a'lam bi shawab

Sunday, 26 March 2023

Bacaan Waktu Berbuka Puasa Dan Kelemahan Hadits Fadilah Puasa

 


Abdul Hakim bin Amir Abdat


Di bawah ini akan saya turunkan beberapa hadits tentang dzikir atau do'a di waktu berbuka puasa, kemudian akan saya terangkan satu persatu derajadnya sekalian. Maka, apa-apa yang telah saya lemahkan (secara ilmu hadits) tidak boleh dipakai atau diamalkan lagi, dan mana yang telah saya nyatakan syah (shahih atau hasan) bolehlah saudara-saudara amalkan. Kemudian saya iringi dengan tambahan keterangan tentang kelemahan beberapa hadits lemah tentang keutamaan puasa yang sering dibacakan di mimbar-mimbar khususnya di bulan Ramadhan.

HADITS PERTAMA
Artinya :
"Dari Ibnu Abbas, ia berkata : Adalah Nabi SAW apabila berbuka (puasa) beliau mengucapkan : Allahumma Laka Shumna wa ala Rizqika Aftharna, Allahumma Taqabbal Minna Innaka Antas Samiul 'Alim (artinya : Ya Allah ! untuk-Mu aku berpuasa dan atas rizkqi dari-Mu kami berbuka. Ya Allah ! Terimalah amal-amal kami, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar, Maha Mengetahui).
(Riwayat : Daruqutni di kitab Sunannya, Ibnu Sunni di kitabnya 'Amal Yaum wa-Lailah No. 473. Thabrani di kitabnya Mu'jamul Kabir).

Sanad hadits ini sangat Lemah/Dloif

Pertama :
Ada seorang rawi yang bernama : Abdul Malik bin Harun bin 'Antarah. Dia ini rawi yang sangat lemah.

  1. Kata Imam Ahmad bin Hambal : Abdul Malik Dlo'if
  2. Kata Imam Yahya : Kadzdzab (pendusta)
  3. Kata Imam Ibnu Hibban : pemalsu hadits
  4. Kata Imam Dzahabi : di dituduh pemalsu hadits
  5. Kata Imam Abu Hatim : Matruk (orang yang ditinggalkan riwayatnya)
  6. Kata Imam Sa'dy : Dajjal, pendusta.

Kedua :
Di sanad hadits ini juga ada bapaknya Abdul Malik yaitu : Harun bin 'Antarah. Dia ini rawi yang diperselisihkan oleh para ulama ahli hadits. Imam Daruquthni telah melemahkannya. Sedangkan Imam Ibnu Hibban telah berkata : munkarul hadits (orang yang diingkari haditsnya), sama sekali tidak boleh berhujjah dengannya.

Hadits ini telah dilemahkan oleh Imam Ibnul Qoyyim, Ibnu Hajar, Al-Haitsami dan Al-Albani, dll.

Periksalah kitab-kitab berikut :

  1. Mizanul I'tidal 2/666
  2. Majmau Zawaid 3/156 oleh Imam Haitsami
  3. Zaadul Ma'ad di kitab Shiam/Puasa oleh Imam Ibnul Qoyyim
  4. Irwaul Gholil 4/36-39 oleh Muhaddist Muhammad Nashiruddin Al-Albani.

HADITS KEDUA
Artinya :
"Dari Anas, ia berkata : Adalah Nabi SAW : Apabila berbuka beliau mengucapkan : Bismillah, Allahumma Laka Shumtu Wa Alla Rizqika Aftartu (artinya : Dengan nama Allah, Ya Allah karena-Mu aku berbuka puasa dan atas rizqi dari-Mu aku berbuka).
(Riwayat : Thabrani di kitabnya Mu'jam Shogir hal 189 dan Mu'jam Auwshath).

Sanad hadits ini Lemah/Dlo'if

Pertama :
Di sanad hadist ini ada Ismail bin Amr Al-Bajaly. Dia seorang rawi yang lemah.

  1. Imam Dzahabi mengatakan di kitabnya Adl-Dhu'afa : Bukan hanya satu orang saja yang telah melemahkannya.
  2. Kata Imam Ibnu 'Ady : Ia menceritakan hadits-hadits yang tidak boleh diturut.
  3. Kata Imam Abu Hatim dan Daruquthni : Lemah !
  4. Sepengetahuan saya (Abdul Hakim bin Amir Abdat) : Dia inilah yang meriwayatkan hadits lemah bahwa imam tidak boleh adzan (lihat : Mizanul I'tidal 1/239).

Kedua :
Di sanad ini juga ada Dawud bin Az-Zibriqaan.

  1. Kata Muhammad Nashiruddin Al-Albani : Dia ini lebih jelek dari Ismail bin Amr Al-Bajaly.
  2. Kata Imam Abu Dawud, Abu Zur'ah dan Ibnu Hajar : Matruk.
  3. Kata Imam Ibnu 'Ady : Umumnya apa yang ia riwayatkan tidak boleh diturut (lihat Mizanul I'tidal 2/7)
  4. Sepengetahuan saya (Abdul Hakim bin Amir Abdat) : Al-Ustadz Abdul Qadir Hassan membawakan riwayat Thabrani ini di Risalah Puasa tapi beliau diam tentang derajad hadits ini ?

HADITS KETIGA
Artinya :
"Dari Muadz bin Zuhrah, bahwasanya telah sampai kepadanya, sesungguhnya Nabi SAW. Apabila berbuka (puasa) beliau mengucapkan : Allahumma Laka Sumtu wa 'Alaa Rizqika Aftartu."

(Riwayat : Abu Dawud No. 2358, Baihaqi 4/239, Ibnu Abi Syaibah dan Ibnu Suni) Lafadz dan arti bacaan di hadits ini sama dengan riwayat/hadits yang ke 2 kecuali awalnya tidak pakai Bismillah.)

Dan sanad hadits ini mempunyai dua penyakit.

Pertama :
"MURSAL, karena Mu'adz bin (Abi) Zur'ah seorang Tabi'in bukan shahabat Nabi SAW. (hadits Mursal adalah : seorang tabi'in meriwayatkan langsung dari Nabi SAW, tanpa perantara shahabat).

Kedua :
"Selain itu, Mu'adz bin Abi Zuhrah ini seorang rawi yang MAJHUL. Tidak ada yang meriwayatkan dari padanya kecuali Hushain bin Abdurrahman. Sedang Ibnu Abi Hatim di kitabnya Jarh wat Ta'dil tidak menerangkan tentang celaan dan pujian baginya".

HADITS KEEMPAT
Artinya :
"Dari Ibnu Umar, adalah Rasulullah SAW, apabila berbuka (puasa) beliau mengucapkan : DZAHABAZH ZHAAMA-U WABTALLATIL 'URUQU WA TSABATAL AJRU INSYA ALLAH (artinya : Telah hilanglah dahaga, telah basahlah kerongkongan/urat-urat, dan telah tetap ganjaran/pahala, Inysa allah).

(Hadits HASAN, riwayat : Abu Dawud No. 2357, Nasa'i 1/66. Daruquthni dan ia mengatakan sanad hadits ini HASAN. Hakim 1/422 Baihaqy 4/239) Al-Albani menyetujui apa yang dikatakan Daruquthni.!

Saya (Abdul Hakim bin Amir Abdat) berpandangan : Rawi-rawi dalam sanad hadits ini semuanya kepercayaan (tsiqah), kecuali Husain bin Waaqid seorang rawi yang tsiqah tapi padanya ada sedikit kelemahan (Tahdzibut-Tahdzib 2/373). Maka tepatlah kalau dikatakan hadits ini HASAN.

KESIMPULAN

  • Hadits yang ke 1, 2 dan 3 karena tidak syah (sangat dloif dan dloif) maka tidak boleh lagi diamalkan.
  • Sedangkan hadits yang ke 4 karena riwayatnya telah syah maka bolehlah kita amalkan jika kita suka (karena hukumnya sunnah).

BEBERAPA HADITS LEMAH TENTANG KEUTAMAAN PUASA

HADITS PERTAMA
Artinya :
"Awal bulan Ramadhan merupakan rahmat, sedang pertengahannya merupakan magfhiroh ampunan, dan akhirnya merupakan pembebasan dari api neraka".

(Riwayat : Ibnu Abi Dunya, Ibnu Asakir, Dailami dll. dari jalan Abu Hurairah).

Derajad hadits ini : DLOIFUN JIDDAN (sangat lemah).

Periksalah kitab : Dlo'if Jamius Shogir wa Ziyadatihi no. 2134, Faidhul Qodir No. 2815.

HADITS KEDUA
Artinya :
"Dari Salman Al-Farisi, ia berkata : Rasulullah SAW. Pernah berkhotbah kepada kami di hari terakhir bulan Sya'ban. Beliau bersabda : "Wahai manusia ! Sesungguhnya akan menaungi kamu satu bulan yang agung penuh berkah, bulan yang didalamnya ada satu malam yang lebih baik dari seribu bulan, bulan yang Allah telah jadikan puasanya sebagai suatu kewajiban dan shalat malamnya sunat, barang siapa yang beribadat di bulan itu dengan satu cabang kebaikan, adalah dia seperti orang yang menunaikan kewajiban di bulan lainnya, dan barangsiapa yang menunaikan kewajiban di bulan itu adalah dia seperti orang yang menunaikan tujuh puluh kewajiban di bulan lainnya, dia itulah bulan shabar, sedangkan keshabaran itu ganjarannya sorga.... dan dia bulan yang awalnya rahmat, dan tengahnya magfiroh (ampunan) dan akhirnya pembebasan dari api neraka..." (Riwayat : Ibnu Khuzaimah No. hadits 1887 dll).

Sanad Hadits ini DLOIF.

Karena ada seorang rawi bernama : Ali bin Zaid bin Jud'an. Dia ini rawi yang lemah sebagaimana diterangkan oleh Imam Ahmad, Yahya, Bukhari, Daruqhutni, Abi Hatim, dll. Dan Imam Ibnu Khuzaimah sendiri berkata : Aku tidak berhujah dengannya karena jelek hafalannya, Imam Abu Hatim mengatakan : Hadits ini Munkar !!

Periksalah kitab : Silsilah Ahaadits Dloif wal Maudluah No. 871, At-Targhib wat Tarhieb jilid 2 halaman 94, Mizanul I'tidal jilid 3 halaman 127.

HADITS KETIGA
Artinya :
"Orang yang berpuasa itu tetap di dalam ibadat meskipun ia tidur di atas kasurnya". (Riwayat : amam).

Sanad Hadits ini Dlo'if.

Karena di sanadnya ada : Yahya bin Abdullah bin Zujaaj dan Muhammad bin Harun bin Muhammad bin Bakkar bin Hilal. Kedua orang ini gelap keadaannnya karena kita tidak jumpai keterangan tentang keduanya di kitab-kitab Jarh Wat-Ta'dil (yaitu kitab yang menerangkan cacat/cela dan pujian tiap-tiap rawi hadits). Selain itu di sanad hadits ini juga ada Hasyim bin Abi Hurairah Al-Himsi seorang rawi yang Majhul (tidak dikenal keadaannya dirinya). Sebagaimana diterangkan Imam Dzahabi di kitabnya Mizanul I'tidal, dan Imam 'Uqail berkata : Munkarul Hadits !!

Kemudian hadits yang semakna dengan ini juga diriwayatkan oleh Dailami di kitabnya Musnad Firdaus dari jalan Anas bin Malik yang lafadnya sebagai berikut :

Artinya :
"Orang yang berpuasa itu tetap di dalam ibadat meskipun ia tidur diatas kasurnya".

Sanad hadits ini Maudlu'/Palsu

Karena ada seorang rawi yang bernama Muhammad bin Ahmad bin Suhail, dia ini seorang yang tukang pemalsu hadits, demikian diterangkan Imam Dzahabi di kitabnya Adl-Dluafa.

Periksalah kitab : Silsilah Ahaadist Dloif wal Maudl'uah No. 653, Faidlul Qodir No. hadits 5125.

HADITS KEEMPAT Artinya :
"Tidurnya orang yang berpuasa itu dianggap ibadah, dan diamnya merupakan tasbih, dan amalnya (diganjari) berlipat ganda, dan do'anya mustajab, sedang dosanya diampuni".

(Riwayat : Baihaqy di kitabnya Su'abul Iman, dari jalan Abdullah bin Abi Aufa).

Hadits ini derajadnya sangat Dlo'if atau Maudlu.

Di sanadnya ada Sulaiman bin Umar An-Nakha'i, salah seorang pendusta (baca : Faidlul Qodir No. 9293).

HADITS KELIMA
Artinya :
"Puasa itu setengah dari pada sabar" (Riwayat : Ibnu Majah).

Kata Imam Ibnu Al-Arabi : Hadits (ini) sangat lemah !

HADIST KEENAM
Artinya :
"Puasa itu setengah dari pada sabar, dan atas tiap-tiap sesuatu itu ada zakatnya, sedang zakat badan itu ialah puasa".
(Riwayat : Baihaqy di kitabnya Su'abul Iman dari jalan Abu Hurairah).

Hadits ini sangat lemah !

  1. Ada Muhammad bin ya'kub, Dia mempunyai riwayat-riwayat yang munkar. Demikian diterangkan oleh Imam Dzahabi di kitabnya Adl-Dluafa.
  2. Ada Musa bin 'Ubaid. Ulama ahli hadits. Imam Ahmad berkata : Tidak boleh diterima riwayat dari padanya (baca : Faidlul Qodir no. 5201).

Itulah beberapa hadits lemah tentang keutamaan puasa dan bulannya. Selain itu masih banyak lagi hadits-hadits lemah tentang bab ini. Hadits-hadits di atas sering kali kita dengar dibacakan di mimbar-mimbar khususnya pada bulan Ramadhan oleh para penceramah.

Judul lengkap bahasan di atas adalah sbb :
Derajad Hadits Tentang Bacaan Waktu Berbuka Puasa
Dan Kelemahan Beberapa Hadits Tentang Keutamaan/Fadillah Puasa

ANDA PENGUNJUNG KE :

CARI ARTIKEL LAIN DI BLOG INI DENGAN MEMASUKKAN KATA PADA KOLOM SEARCH DIBAWAH