TRANSLATE ARTIKEL INI KE DALAM BAHASA LAIN DENGAN MENGKLIK PILIH BAHASA DIBAWAH

Wednesday, 15 May 2019

INDONESIA DARURAT MEMBACA


Perkembangan ilmu pengetahuan di bidang Information and Communication Technology (ICT) yang serba canggih di abad 21 membuat dunia ini semakin sempit, karena kecanggihan teknologi ICT ini beragam informasi dari berbagai sudut dunia mampu diakses dengan instant dan cepat oleh siapapun dan dari manapun. Belakangan ini media sosial benar-benar membuat khawatir. Banyak netizen yang menganggap Facebook, Twitter, IG, WA, atau situs jejaring sosial lain sebagai ring tinju. Semuanya berantem. Saling lempar sumpah-serapah. Sama-sama merasa paling benar.

Apalagi satu dua tahun belakangan ini dimana medsos didominasi oleh berita-berita politik yang kebanyakan hoax tapi anehnya banyak orang percaya-percaya saja lalu implikasinya bikin sakit hati dan kepala panas, sehingga memunculkan ketegagan anatara simpatisan yang satu dengan sang lainnya, antara keluarga dengan keluaga lainnya, bahkan atara anak dengan dengan orangtuanya sendiri, dll... maka muncullah pemikiran di tengah mayarakat, kalau kamu bukan simpatisan kubu A, berarti kamu setuju dengan kubu B dan musuh bagi kubu A, sehingga harus diserang. Begitu sebaliknya….. Ini sangat menghawatirkan…

Yang bikin prihatin lagi, banyak berita  itu antara judul dan isi ternyata kurang sesuai. Kewajiban media memang bikin headline yang menarik perhatian, tapi kadang jatuhnya malah menyesatkan orang. Ditambah lagi masyarakat kita yang hobinya share secepatnya hanya dengan membaca judul artikel saja tanpa membaca atau mengetaui terlebih dahulu isi di dalamnya. Sehingga pada akhirnya secara tidak langsung kita juga turut berperan memanas-manasi masalah yang kebenarannya belum pasti…
Slogan “saring sebelum shering” yang banyak kita dengar hanya sebatas slogan saja tanpa dipahami benar-benar maknanya….
Semestinya semangat share itu berbanding lurus dengan besarnya massa zat setiap satuan volume zat itu.
eeehh kok larinya ke pengertian massa jenis zat sih, becanda becanda ( ( …
ini serius;
Semestinya semangat share itu berbanding lurus dengan besarnya semangat kita membaca isi berita itu (bukan hanya baca judulnya yaa!)

Contohnya ada berita berjudul “Menteri A Akan Hapus Tunjangan PNS”. Padahal sang menteri tak berniat menghapus, hanya mengganti metode penilaian besar-kecilnya tunjangan. Tapi di medsos orang sudah telanjur heboh. Awalnya, satu orang share berita itu dengan dilengkapi cibiran. Orang lain yang satu kelompok dengan dia lalu berbondong-bondong menambahi cibiran di komentar, tanpa membaca isi berita itu. Padahal kalau membacanya mungkin mereka akan batal mencibir. Bahkan mereka akan mendapat pengetahuan baru soal penentuan tunjangan PNS. Kemalasan membaca ini telah mendatangkan kerugian, yakni tidak ada rasa hormatnya kita terhadap orang lain.

Salah satu penyakit kronis masyarakat kita saat ini ialah malas membaca atau enggan meluangkan waktu buat membaca. Apalagi setelah dunia medsos berkembang pesat beberapa tahun belakangan ini. Orang lebih suka baca status Facebook temannya yang galau ketimbang buku berisi pengetahuan baru….. Kondisi ini tentu sangat mengkhawatirkan….

Di mana saja dan kapan saja, orang-orang asyik dengan gadget. Pemandangan itu dengan mudah kelihatan saat orang menunggu penerbangan di bandara. Juga saat menyeruput kopi di kafe. Uniknya, sepasang muda-mudi yang pacaran di taman pun asyik dengan gadget. Bukannya bercengkerama dengan romantis.

Ehhh kok larinya ke pacaran segala ( ( … Oia sedikit boleh ya; perlu kita ketahui bahwa pacaran itu  tidak dibenarkan  dalam islam. Karena hanya akan menjerumuskan kita dalam dosa dan kemaksiatan…Tak perlu malu nggak punya pacar, pacaran bukan berarti nggak laku sebab nggak pacaran salah satu bukti ketaatan… sebagaiman kita benci dengan KORUPTOR maka seperti itu pula semestinya kita benci dengan PACARAN, sebab pacaran itu kayak korupsi “menikmati yang bukan hak nya”… aduuuh keren kan istilah ini ( ( (

Sulit memang meninggalkan kebiasaan pacaran, tapi tidak ada salahnya kita berusaha, karena tidak ada usaha yang sia-sia. Daripada terjerumus terus dalam dosa dan kemaksiatan kan… Jangan menganggap remeh terhadap dosa, sebab Sahabat Utsman Bin Affan radiyallahu anhu saja yang sudah dijamin masuk Surga, menangis terisak-isak ketika menziarahi kuburan. Lalu beberapa teman-teman di zaman khilafah beliau bertanya. “Wahai amirul mukminin kenapa anda menagnis melihat kuburan? Padahal Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wasallam sudah menjamin bahwa anda di Surga.” Jawaban Utsman radiyallahu anhu sangat bijak. “Rasullullah memang menjamin buat saya surga tapi tidak menjamin saya selamat dari siksa kubur, nanti saya memang masuk surga, tapi di kubur disiksa dulu karena masih ada dosa.”

Jadi, jangan menganggap remeh dosa, sekecil apapun dosa itu sudah cukup mendatangkan siksa kubur.. Apalagi pacaran, yang mungkin barangkali aktifitasnya menjerumus ke dosa-dosa besar.
 
Maka marilah berusahalah untuk meningglkan dunia pacaran, misalnya menyibukkan diri dengan belajar agama (terutama belajar akidah dan tauhid), sering ikut kajian, rutin shalat berjamaah di masjid (bagi laki-laki), menutup aurat (bagi perempuan juga laki-laki lah; *karena ada sebagian laki2 mengingatkan perempuat untuk menutup aurat, lah dia pake celana se-paha, nggak pake baju kemana-mana, emang dia pikir perempuan aja yang wajib menutup auratnya), cari teman yang taat beragama (biar sama-sama taat), atau menyibukkan diri dengan sering membaca buku (lebih utama lagi baca Al Qur’an), atau gabung dengan komunitas nasional Indonesia Tanpa Pacaran misalnya atau komunitas lain-lainnya agar menambah wawasan kita tentang pentingnya pemahanan agama yang benar dan efek buruk pacaran terhadap diri kita, keluarga, mayarakat, bahkan bangsa dan negara.. (nggak percaya pacaran bisa berdampak buruk pada Bangsa dan Negara? Coba baca buku Indonesia Tanpa Pacaran karya La Ode Munafar. Kamu akan tahu)…

So… sendiri tak masalah, daripada bermesra dengan yang bukan haknya…

Alhamdulillah, salah satu dampak baik gabung dengan komunitas Indonesia Tanpa Pacaran yaaa saya bisa nulis-nulis tentang pacaran kayak gini ( ( (
Oke dah terakhir, biar nggak panjang kali lebar bahas pacaran, ada sebuah pesan menarik yang pernah saya baca dari Instagram Indonesia Tanpa Pacaran yang berbunyi seperti ini:
 
"PACAR KAMU BISA BACA AL QUR’AN??? Coba suruh baca Surat Al-Isra ayat 32, siapa tahu habis baca langsung dapat HIDAYAH"
“memang tidak semua pacaran berakhir dengan zina, tetapi pasti semua zina berawal dari pacaran”

Yaaaah malah bahas pacaran, maaf maaf maaf… Kembali Ke Topik >>>
 
Indonesia Darurat Membaca, apalagi generasi sekarang nggak mau baca artikel yang panjang-panjang (maafkan saya jika tulisan ini juga panjang). Tidak bisa dipungkiri dengan maraknya televisi, internet dan gadget memang bak merampok minat baca.

Semestinya menjamurnya teknologi dengan fitur canggih tersebut membantu masyarakt kita untuk lebih bersemangat dan rajin lagi untuk membaca, namun pada kenyataannya tidak demikian,  malah semakin mengurangi minat baca dengan menghabiskan waktu berjam-jam di depan alat-alat elektronik tersebut pada hal-hal yang tidak bermanfaat dan tidak menambah wawasan keilmuan…

Tapi bagaimana pun bagusnya membaca-baca di internet melalui medsos atau website-website dengan menggunakan alat-alat elektronik tersebut, tetap saja menurut saya membaca buku secara langsung jauh lebih baik… Karena dari sisi medis jika sering behadapan langsung dengan alat-alat elektronik tersebut bisa menyebabkan gangguan pada mata kita (penglihatan) dan dampak2 buruk lainya…. Dan jika dengan buku minimal kita bisa punya perpustakaan mini di dalam kamar atau rumah kita.. Setidaknya kita ada kemaunan untuk beli buku lah minimal sebulan sekali atau setahun sekali ( Maka  membaca buku secara langsung jauh lebih keren manfaatnya ( ( (

Kemudian untuk meminimalisir minat baca yang semakin hari semakin menghawatirkan perlu kesadaran diri kita sendiri dan upaya dari lingkungan keluarga, masyarakat dan Negara untuk membatasi (bukan membatasi total ya, tetapi pada waktu2 tertentu misalnya) masyarakat kita terutama anak-anak dari hal-hal yang berpotensi mengalihkan perhatian mereka dari buku-buku. Seperti gadget, matikan TV, komputer, akses internet atau lingkungan yang kontra produktif.. Karena semakin menjamurnya teknologi dengan fitur canggih tersebut membuat masyarakat kita enggan untuk membaca buku...

Disisi lain semakin menjamurnya tempat hiburan seperti karaoke, taman rekreasi, mall, kafe, dan supermarket. Banyak orang lebih suka menghabiskan waktunya di tempat-tempat seperti itu daripada duduk membaca. Persoalan lain juga dimana ketertarikan seseorang terhadap dunia baca bukan persoalan hobi atau passion. Namun ada kaitannya dengan ekonomi, sosial, budaya bahkan kebijakan pemerintah.

Tak bisa dipungkiri jika salah satu kendala besar dalam menumbuhkan minat baca dikalangan masyarakat adalah persoalan ekonomi. Bagiamana seorang ayah atau orang tua mengajak anak-anak mereka untuk membaca 40 buku pertahun jika biaya untuk makan sehari-hari saja susah? Kita tidak cukup dengan mengatakan, "kan bisa datang ke perpustakaan pemerintah?" atau "disekolah atau kampus kan ada perpustakanya." Di daerah terpencil seperti di tempat saya mendidik (mengajar) ini fasilitas seperti itu belum ada.. Mungkin di kota, iya!...

Harus kita akui bahwa tingkat harga buku di Indonesia tergolong paling mahal di Asia. Buku sangat mahal sementara jumlah perpustakaan masih sedikit. Pertanyaannya mengapa kok mahal? Bukankah Indonesia memiliki pabrik kertas dan hutan yang luas? Artinya bahan baku untuk mencetak buku tidak perlu diimpor dengan biaya tinggi. Tapi sekali lagi, kenapa harga buku di Indonesia mahal? Atau bukan harga buku yang mahal, namun pendapatan masyarakat kita yang rendah?
#tanda tanya
#saya belum bisa menjawabnya

Pada umumnya budaya membaca berkembang mengikuti kebiasaan pada suatu tempat atau komunitas. Di negara-negara maju budaya membaca sudah sangat tinggi. Bahkan aktivitas membaca sudah menjadi kebutuhan setiap individu. Kadang kita lihat buku di tangan mereka saat antri membeli karcis, menunggu kereta, di dalam bus, di bandara, kedai kopi dan tempat-tempat lain. Di Indonesia, kebiasaan ini sama sekali belum tampak. Semestinya kita di Indonesia juga menjadikan buku sebagai sahabat yang menemani kita ke mana pun kita pergi.

Membaca buku sangatlah penting bagi semua orang karena memberikan banyak manfaat untuk kehidupan. Walaupun hal ini sudah diketahui hampir semua orang, sayangnya masih banyak masyarakat Indonesia yang malas membaca. Slogan “Buku adalah Jendela Dunia” seolah dianggap hanya kata kiasan tanpa makna berarti…

Sekian…

~diolah dari berbagai sumber~

Kalteng, 10 Ramadhan 1440 H
Writer by M. AL. FURQAN



ANDA PENGUNJUNG KE :

CARI ARTIKEL LAIN DI BLOG INI DENGAN MEMASUKKAN KATA PADA KOLOM SEARCH DIBAWAH